"Mau balik kalau Indonesia udah lebih baik" Ujar Sri Mulyani. Kira-kira begitulah komentar monohok nan singkat namun bermakna yang disampaikan oleh Menteri Keuangan Indonesia Ibu Sri Mulyani.Â
Memang jika dimaknai lebih luas, komentar tersebut akan mengacu pada persoalan tentang pengabdian. Berbicara tentang pengabdian memang telah menjadi suatu realitas yang layak untuk dibahas.Â
Banyak orang yang memilih untuk mengubah pola pikirnya dalam urusan menuntut pendidikan di suatu tepat yang jauh guna nantinya dapat kembali lagi ke kampung halaman atau tempat asal agar bisa memberikan kontribusi bagi pembangunan dan pengembangan kampung halaman,Â
Di banyak sektor kita sering melihat banyak sekali program pengabdian masyarakat yang dijalankan oleh pemerintah. Semua itu dilakukan tak lain hanya untuk membantu memberikan kontribusi maksimal dalam hal pembangunan dan peningkatan kesejahteraan.
Jika mengacu pada pengertian secara umum, pengabdian dapat diartikan sebagai suatu proses penyerahan diri kepada "suatu"Â yang dianggap lebih, biasanya dilakukan dengan ikhlas, bahkan diikuti dengan pengorbanan. Di mana pengorbanan berarti suatu pemberian yang menyatakan kebaktian, baik yang berupa materi, perasaan, dan jiwa raga. Selain itu, pengabdian juga dapat dimaknai sebagai suatu perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat, ataupun tenaga sebagai suatu perwujudan kesetiaan, kasih sayang, cinta, hormat, atau suatu ikatan dan semua itu dilakukan dengan ikhlas.
Jelaslah jika suatu pengabdian memang dilakukan oleh seseorang yang didasari dengan perasaan ikhlas dan penuh tanggung jawab agar segala tugas yang diamanahkan dapat dijalankan dengan baik sebagaimana mestinya.Â
Mengaitkan fenomena yang terjadi akhir-akhir ini ada banyak orang yang memilih berkuliah atau  menyelesaikan proses studi pendidikan di luar daerah atau di provinsi lain.Â
Hal tersebut bukanlah sebuah masalah baru, melainkan isu lama yang memang sering dilakukan guna bisa mendapatkan pengalaman hidup yang baik.Â
Mengikuti program beasiswa, menandatangani kontrak perjanjian, serta mengikuti berbagai program pengabdian masyarakat menjadi sebuah langkah untuk dapat memulai karir yang baik pasca menyelesaikan studi di perguruan tinggi.Â
Akan tetapi hal berbeda justru terjadi, ada sebagian orang yakni mahasiswa khususnya baik yang terikat dengan program beasiswa maupun yang tidak terikat justru memilih tak kembali ke kampung halaman setelah menyelesaikan pendidikannya.Â
Tentu hal tersebut didasari atas banyak faktor mulai dari keengganan kerja di bawah tekanan, kontrak yang tidak sesuai, lingkungan pekerjaan yang kurang memadai dan banyak faktor lainnya. Lantas mengapa hal tersebut bisa terjadi? Adakah faktor lain yang mempengaruhinya?
Memperluas Wawasan dan Kemampuan Berpikir
Tak dapat dipungkiri memang bahwa persaingan dalam dunia kerja telah menjadi hal wajar yang dapat kita lihat sehari-har. Setiap orang senantiasa dituntut untuk terus belajar dan siap beradaptasi dengan segala perubahan yang terjadi.Â
Maka atas dasar itulah, sebagai seorang pekerja kita diwajibkan untuk terus mengupayakan yang terbaik dalam peningkatan kompetensi dan kemampuan berpikir.Â
Contohnya, ketika kita telah memiliki profesi tetap sebagai seorang guru atau pegawai pemerintah. Kita tak mungkin selamanya hanya bertahan dengan satu kemampuan yakni mengajar.Â
Kita juga mau tidak mau dan suka tidak suka harus memelajari teknologi, kemampuan pengelolaan administrasi, menulis, berkorespondensi, publik speaking, dan lain sebagainya. Jika kita mampu menguasai itu semua atau hanya sekedar bisa kita tak akan kesulitan bersaing di dunia kerja.
Meningkatkan Toleransi Antar Manusia
Jika kamu terbiasa menghadapi orang yang memiliki satu visi dan misi di tempat sebelumnya, maka merantau akan membuat siapapun menjadi lebih toleran.
Tidak jarang kita harus senantiasa dituntut untuk selalu membuka diri dan terbiasa menerima segala perbedaan. Mulai dari latar belakang pendidikan, pribadi dan karakter, suku,budaya, adat-istiadat, makanan, dan lain sebagainya.Â
Menerima segala perbedaan dan mencoba berbaur akan membantu meningkatkan kemampuan interaksi sosial antar anggota masyarakat khususnya dalam lingkungan pekerjaan.
Maka dari itu, tujuan meningkatkan toleransi menjadi salah satu alasan mengapa beberapa orang lebih memilih merantau ketimbang berkarir di kampung halaman.
Jiwa Petualang dan penyuka tantangan
Orang yang terbiasa mengambil risiko dan tantangan biasanya mereka yang lebih dahulu terbiasa menentukan suatu keputusan dalam hal bertahan di perantauan.Â
Contoh, ketika kita telah memutuskan untuk merantau di kota besar yang jauh dari orang tua. Maka secara tidak langsung kita telah mengambil banyak risiko yang mungkin akan kita hadapi.
Misalnya uang bulanan atau kiriman dari orang tua yang kurang, kewajiban memenuhi kebutuhan pribadi dengan bekerja secara mandiri, giat belajar dan berusaha, tekun dan ulet menggeluti aktivitas, memikirkan tempat tinggal sementara, dan lain sebagainya. Itu semua merupakan risiko yang mau tidak mau harus kita hadapi apabila ingin berkarir di tanah perantauan.Â
Namun dengan semua kemungkinan tersebut, apabila kita sudah memikrkan dengan matang dan terbiasa menghadapi situasi seperti itu kita akan semakin tangguh dan menikmati segala usaha yang akan kita lakukan di tanah perantauan.Â
Selain itu, kita yang terbiasa mengambil tantangan di tanah perantauan akan semakin berkembang dalam hal pemikiran dan pengambilan keputusan serta pribadi yang kian hari kian tangguh.
Keluar dari Zona Nyaman
Tak ada salahnya menikmati segala kemudahan dan kebersamaan dengan orang-orang yang kita sayangi. Namun yang harus diingat, kita tak sepenuhnya dapat bertahan dengan situasi semacam itu. Setiap harinya usia masing-masing orang pasti bertambah.Â
Maka dari itu, tanggung jawab akan bertambah dan situasi nyaman di lingkungan keluarga akan semakin berubah, Oleh sebab itu, kita memliki tanggung jawab untuk menentukan langkah kita di masa depan.Â
Mencoba berkarir di tanah perantauan menjadi salah satu pilihan. Tetap giat berusaha dan belajar serta dibarengi niat yang ikhlas dan tulus bukan tidak mungkin akan mengantarkan kita menuju tangga kesuksesan kelak.
Menghargai Arti KeluargaÂ
Pergi menuntut ilmu atau berkarir di kota perantauan akan semakin membuat kita mengerti tentang pentingnya arti sebuah keluarga. Selain itu, kita juga akan semakin mengerti bahwa sejatinya ketulusan dari keluarga dalam menyayangi merupakan sebuah anugerah yang tak ternilai harganya. Maka dari itu, ketika kelak kita sukses dan memiliki kesempatan pulang ke kampung halaman, nikmatilah waktu bersama keluarga di rumah.
Belajar Bertanggung Jawab
Meningkatnya beban tanggung jawab sebagai seorang pekerja atau perintis karir menjadi sebuah realitas yang harus kita hadapi. Kita dapat mengatur waktu secara mandiri dan mengetahui cara mengurus diri sendiri tanpa campur tangan orang lain, Namun, bukan berarti kita dapat seenaknya dengan kebebasan yang didapatkan.Â
Merantau akan mengajarkan kepada kita tentang pentingnya  rasa tanggung jawab dan rasa tanggung jawab itulah yang nantinya akan menjadi kontrol diri dalam menjalankan segala ativitas sehari-hari.
Tidak Suka dengan sistem yang berlaku di Kampung halaman
Ketika telah menyelesaikan studi atau pendidikan, kita tentu dihadapkan pada sebuah pilihan mau bertahan di kota perantauan atau pulang ke kampung halaman.Â
Berdasarkan pengalaman pribadi penulis, saya justru lebih memilih bertahan di kota perantauan karena beberapa faktor atau alasan tertentu. Salah satunya adalah sistem yang tak saya sukai jika memilih berkarir di kampung halaman.Â
Masih kentalnya nepotisme, dinasti kebijakan, politisasi, serta rawannya gratifikasi menjadi alasan yang tak mungkin saya terima agar bisa berkarir di kampung halaman.Â
Maka dari itu, memilih bertahan di kota perantauan menjadi alternatif agar kita dapat dengan bijak menentukan arah perjalanan menuju masa depan yang lebih baik.
#SalamLiterasi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI