Kebutuhan pangan warga dan kearifan lokal berjalan dengan stabil. Sagu dapat diolah dengan mudah. Udara dan air dengan kualitas bersih dan layak masih dengan mudah didapatkan. Belum lagi sumber pangan seperti ikan, sayur, dan lauk lain mudah untuk didapatkan di sungai dan laut.Â
Akan tetapi setelah perusahaan masuk semua bergeser, kehidupan masyarakat mulai cenderung acuh tak acuh, budaya gotong royong tak lagi ada, bahkan masyarakat cenderung hidup sendiri-sendiri seperti kultur sosal masyarakat yang hidup di daerah perkotaan.
Kini masyarakat seakan hidup menumpang di daerahnya sendiri, mereka tak lagi punya akses luas untuk dapat mencari sumber kehidupan dari bertaani dan menjadi nelayan di laut.Â
Warga masyarakat di Kepulauan Obi justru hidup bagai terkekang oleh aturan yang sebelumnya tak pernah ada dan bahkan mereka tak membuatnya. Hak hidup nyaman dan sehat yang harusnya mereka dapatkan kini tak lagi mereka dapatkan.Â
Kualitas udara dan air yang kian buruk, ekosistem laut dan darat yang semakin rusak, hingga perambahan hutan akibat konsesi yang diberikan besar-besaran oleh pemerintah demi mewujudkan ambisi agar dapat membuat baterai nikel sebagai bahan bakar pengganti untuk mobil listrik semakin tak tertahankan.
Semoga kehidupan masyarakat Obi di Kabupaten Halmahera dapat pulih, pemerintah kembali menata ulang kehidupan dengan perbaikan serta pemulihan ekosistem baik di laut dan di darat agar masyarakat tak harus mempertaruhkan kehidupannya dengan terus menghirup dan mengonsumsi polutan perusahaan.
#SalamLiterasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H