Ketika mendengar nama Indonesia pada pegelaran turnamen sepakbola, mungkin kita sangat familiar dengan anggapan "spesialis runer-up". Bukan tanpa alasan, Indonesia memiliki capaian sebanyak 6 kali sebagai runer-up turnamen piala AFF yakni pada tahun 2000, 2002, 2004, 2010, 2016, dan yang terbaru tahun 2020. Sementara pada ajang sekelas Sea Games Indonesia pernah menyabet medali emas di tahun 1987 dan 1991, runer-up sebanyak dua kali yakni di tahun 1979 dan 1997, dan raihan medali perunggu sejumlah tiga medali yakni pada Sea Games tahun 1981, 1989, 1999.
perlu diketahui bahwa hal di atas hanya capaian sejarah yang mungkin sudah masuk daftar Wikipedia, akan tetapi sebagai masyarakat Indonesia kita selalu mengharapkan yang terbaik yakni menjadi juara atau peraih medali emas cabang sepakbola khususnya pada gelaran Sea Games tahun 2022 tahun ini.
Akan tetapi semua seakan berubah, kala menyaksikan tayangan streaming melalui salah satu flatform media sosial. Indonesia harus kembali merasakan kekalahan atas Thailand pada semifinal Sea Games 2022 cabang sepakbola (19 Mei 2022). Timnas Indonesia U-23 harus menyerah 0-1 atas timnas U-23 Thailand melalui gol Weerathep Pomphan di menit ke-95' pada waktu extra time.
Gol semata wayang tersebut menjadi penggagal misi Timnas Indonesia U-23 asuhan Shin Tae Yong untuk dapat meraih medali emas pada ajang Sea Games tahun ini.
Ada beberapa penyebab yang menjadi alasan mengapa Indonesia harus kembali kalah atas rival bebuyutan yang berjuluk gajah putih tersebut.
Belum mampu melampaui Vietnam atau Thailand
Indonesia kerap menerima hasil minor kala harus berhadapkan dengan Thailand ataupun Vietnam. Bukan hanya di level U-23 ataupun U-19, di level senior pun hal itu masih kerap terjadi. Mengapa demikian? Jika berangkat dari asumsi pribadi penulis dan beberapa sumber yang telah dibaca, masalah pembinaan dan carut marutnya pengelolaan sistem liga masih menjadi permasalahan serius. Kompetisi yang belum terlalu kompetitif, dan penyebaran pemain dalam kualitas baik dari pembinaan usia muda hingga kerap transfer sana-sini (pemain asing) juga masih menjadi masalah bersama yang belum teratasi.Â
Berbeda sekali dengan apa yang terjadi di Vietnam dan Thailand, banyak para pemain telah diorbitkan menjadi pemain berkualitas di masing-masing usianya. Contoh salah satunya yakni dari apa yang dilakukan Thailand, dilansir dari laman ESPN, Thailand mencanangkan suatu gagasan demi misi menembus piala dunia 2026.Â
Mereka membangun sistem pembinaan jangka panjang. Proyek nasional dalam sepakbola Thailand tersebut merencanakan dan akan merealisasikan kompetisi di tingkat U-10, dan U-13 yang diintegrasikan dengan U-15, U-17, dan U-19 yang sudah dijalankan sejak lama. Lebih dari itu, semua elemen terlibat dalam program ini  mulai dari kementeran olahraga, kementerian pendidikan, pemerintah lokal, pengelola liga, dan klub-klub professional. Maka dari itu, tak dapat ditepis jika Indonesia hingga saat ini masih belum mampu melampaui 2 rivalnya di Asia Tenggara yakni Thailand atau juga Vietnam.
Mentalitas Kurang Terbangun