"Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa", ungkapan tersebut agaknya tak terlalu berlebihan, jika berbicara tentang masalah profesi menjadi guru, tentu banyak saja manusia di muka bumi ini khususnya di Negara "+62" atau negara tercinta yakni Indonesia yang sering bertanya sembari menyindir, buat apa sih jadi guru? Atau begini, "kok maunya sih jadi guru?.Â
Pertanyaan yang seperti itu layaknya harus sedikit dibungkam dengan jawaban yang elegan, misalnya, karena menjadi guru lebih dari sekedar profesi dan pekerjaan, Â menjadi guru adalah salah satu pekerjaan yang mulia yang mampu membantu mempersiapkan masa depan anak-anak Indonesia serta menjamin kesejahteraan mereka untuk kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.
Sebagai negara yang berpenduduk hampir berjumlah 273 juta jiwa berdasarkan data Kemendagri tahun 2021. Tentu negara Indonesia telah dikenal masyarakat luas sebagai salah satu negara di dunia yang berhasil menghasilkan para pemikir, pendidik, tokoh pendidikan, hingga para intelektual yang mampu berbicara banyak bukan hanya di Indonesia, melainkan sampai ke forum internasional.Â
Nama-nama seperti Ir Soekarno, Mohammad Hatta, B.J Habibie, H. Agus Salim, Ki Hajar Dewantara, Pramoedya Ananta Toer, Poerbatjaraka, Arie Fredrik Lasut, Gus Dur, Nurcholis Majid, dan masih banyak lagi merupakan para tokoh yang berperan besar bagi perkembangan bangsa Indonesia menuju ke arah yang lebih baik khususnya dalam bidang pendidikan.Â
Sehingga, agak wajar apabila banyak orang yang memilih bekerja sebagai seorang guru atau pendidik guna meningkatkan kualitas pemikiran, memperkaya khazanah keilmuan, hingga mencari kesejahteraan hidup melalui profesi seorang guru. Nah yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, sudah sejauh mana kesejahteraan seorang guru yang ada di negara Indonesia saat ini?
Mutu pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas pengajar dan juga sistem serta proses pengajarannya. Pada gilirannya, guru merupakan satu-satunya komponen terpentng untuk menjaga kualitas pengajaran karena pengetahuan dan keterampilan individual guru sangat memengaruhi pembelajaran dan prestasi anak didik (Barber dan Mourshed dalam Asep, 2017: 5).Â
Saat ini, sudah banyak tersedia pelatihan dan bimbingan yang dikhususkan untuk peningkatan kualitas guru di Indonesia. Siapapun bisa mendapatkan dan menjalaninya jika telah menyelesaikan pendidikan formal sarjananya.Â
Mulai dari program Kemendikbud, lembaga pelaksanak bimtek bagi guru maupun pengajar swasta, dan lain sebagainya. Bahkan pasca pengangkatan menjadi ASN pun, guru tetap diberikan pelatihan dan peningkatan keprofesian di sekolah agar kualitas sebagai guru tetap meningkat dan semakin baik ke depannya.
Coba berhenti membaca sejenak, paparan di atas merupakan fasilitas yang akan didapatkan oleh seorang guru apabila anda telah diangkat menjadi seorang ASN, hak dan kewajiban yang harus diberikan dan dilakukan tentu seimbang dengan tanggung jawab yang telah dibebankan kepada seorang guru. Namun coba anda simak ulasan berikut ini, mungkin akan memberikan sedikit gambaran serta alasan tentang mengapa pekerjaan sebagai guru masih kerap disepelekan atau dipertanyakan.
Segar dalam ingatan kita banyak sekali cerita ironi dari nasib para guru yang berjuang dalam pekerjaannya di Indonesia. Cerita tentang salah satu guru di kota Batam misalnya, ia merupakan salah satu guru honorer berasal dari Desa Belat, Kecamatan Belat, Kabupaten KArimun meneriima gaji Rp 700 ribu perbulan. Akibat pandemi Covid-19, gajinya dipangkas menjadi Rp 600 ribu perbulan.
Cerita lain datang dari salah satu guru di Desa Kapar, Kecamatan Nan Duo, Kabupaten Pasaman Barat harus mencari penghasilan tambahan dengan menjual ketupat dan kerupuk. Hal tersebut dilakukan agar menutupi penghasilan sebagai guru honor yang hanya Rp 350 ribu perbulan.
Jika melihat dua contoh permasalahan di atas, tentu sangat ironi apabila pekerjaan sebagai guru yang dibilang pekerjaan mulia disejajarkan dengan hasil atau pemasukkan yang didapat.Â
Memulai sebagai calon guru yang mendaftar ke sekolah-sekolah negeri maupun swasta, menyebar lamaran ke sana ke mari, menunggu dalam waktu yang lama agar dipanggil dan diterima, mengabdi sebagai guru honor, menjalankan pekerjaan selama bertahun-tahun, dan tak kunjung ada pengangkatan, bahkan sempat mengiikuti seleksi pengangkatan justru kerap gagal akibat berbagai alasan yang menyertai ketika mengikuti tes mungkin menjadi lika-liku yang harus dijalani seorang calon guru masa depan di Indonesia.
Saat ini niat baik pemerintah patut diapresiasi, masukkan dari beberapa Anggota DPR RI dalam memberikan tanggapan serta pengusulan pengangkatan guru honor di sekolah-sekolah menjadi ASN PPPK menjadi titik terang dari masa depan guru di Indonesia.Â
Tak hanya itu, peningkatan gaji guru honor, rancangan penerimaan insentif, dan lain-lain sudah diupayakan oleh para pemangku kebijakan. Akan tetapi, jika dilihat dari kacamata kepantasan terutama jika kita mengenyampingkan terlebih dahulu profesi guru di kota-kota besar dan beralih ke daerah pelosok dan terpencil, Â yang diterima oleh guru non ASN di Indonesia masih sangat rendah.Â
Beban tanggung jawab yang dipikul, menanggung banyaknya siswa di dalam kelas, mendapatkan berbagai kendala dan rintangan, mulai dari akses menuju sekolah yang sulit terutama di desa terpencil, minimnya sarana dan prasarana, hingga sampai pada permasalahan gaji yang tidak seberapa tentu masih menjadi pekerjaan rumah bersama dari para pemangku kebijakan.Â
Harapan semua guru ke depan, agar pengangkatan guru honor menjadi PPPK semakin dibuka seluas-luasnya, sejatrakan guru honor di perkotaan hingga daerah terpencil, fasilitasi dan bekali guru dalam hal peningkatan kualitas kompetensi, serta yang terpenting semoga kesejateraan guru di masa mendatang menjadi lebih baik sama seperti apa yang di dapatkan guru di negara Amerika yang mana pekerjaan sebagai guru telah menjadi pekerjaan yang paling dicari karena kesejahteraan, kualitas peningkatan guru, dan lainnya yang senantiasa dijanjikan di dalamnya.
Semangat para guru di Indonesia, doa terbaik untuk kita semua pendidik generasi muda Indonesia.
#SalamLiterasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H