Mohon tunggu...
Yasri Suharso
Yasri Suharso Mohon Tunggu... Relawan - Pekerja Sosial

Pekerja Sosial, ayahnya Zeus, Penikmat Teh Poci.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bantu Aku Istriku

9 Januari 2018   18:05 Diperbarui: 9 Januari 2018   18:18 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

10 januari 2018 besok.. menjadi awal aku menata hidup. Bukan jalan hidup yang aku inginkan seperti ini, Istriku (hari ini aku masih bisa menyebutmu begitu). Aku berangkat dari rasa optimis untuk bisa menua denganmu. Tak apalah kerikil dalam perjalanan hidup kita. Tak apalah suara sumbang mengawal biduk kita. Kita berangkat dgn rasa percaya diri.

Tapi perjalanan itu terhenti diterjal yang semu. Tak ada alasan untuk menyudahi perjalanan kita. Tak ada alasan menambat segera biduk kita.

Terjal itu egoisnya kita. Aku berjuang menjaga biduk kita untuk tak karam, kau malah melubanginya. Aku berjuang menyudahi egoisku, kau mengobarkan egoismu.

Kau biarkan aku sendiri, berenang tak tentu arah. Terkadang berpegang di ranting yang mengapung. Terkadang menggapai jaring laba-laba, tak kuat jua ia menopangku. Aku tak kenal lagi putihnya kehidupan istriku. Aku lebih akrab dengan pekatnya hitam kehidupan.

Terkadang aku mampu menggapai sampah biduk kita, tapi aku terpental juga.

Istriku, maafkan aku. Aku tak mampu mewujudkan mimpi indah yang dulu kita ikrarkan bersama.

Saat ini kau telah memilih hidupmu sendiri, aku bersyukur kau mempunyai teman hidup dan malaikat kecilmu. Tak apalah buatku, seumpama engkau bahagia, maka bahagia juga aku. Aku bersedia untuk jadi teman ceritamu jika engkau lagi resah.

Aku.. perjalanan hidupku belum aku tentukan. Akan seperti apa, juga belum aku temukan jawabnya.

10 januari adalah akhir dari hubungan kita istriku. Biarkan aku meneteskan airmata, biarkan aku larut dalam sedihku.

Malam ini, adalah malam aku merenung.

Merenung dan mengenang perjalanan biduk kita. Malam ini aku merenung, membayangkan hidupku kedepan.

Aku mempunyai malaikat, istriku. Malaikat yang aku harapkan dapat mengisi lembar hidupku.

Jika besok ketuk palu itu adalah tanda akhir kita, aku juga besok ingin berikrar bersama malaikatku.. tapi, mungkinkah??

Tapi aku yakin. Tenang saja Istriku, tak perlu risau. Aku hanya perlu menunggu kata setuju dari malaikatku. Kalo aku ditakdirkan untuk menunggu 1, 10, atau 100 tahun lagi, maka dengan senang hati aku jalani.

Bantu aku istriku, dengan doa tulusmu dan dengan derai tawamu.

Insya Allah bidukku segera berkembang. Bantu aku istriku, bantu aku.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun