Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Pertama

8 September 2024   22:01 Diperbarui: 8 September 2024   22:02 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar pixabay.com

Aku tidak bisa melihat lagi, apakah dia lelaki baik atau lelaki jahat. Tetapi kami pernah berjalan lama bahkan berjuang di ujungnya, agar kisah tidak menjadi silam dan merupa masa lalu.

Masa lalu itu memang tidak enak, meskipun menyenangkan sekalipun, karena cerita tidak akan lagi terjadi yang akan menjadi simpanan usang.

Kami putus pada hari Jumat lalu, setelah menghabiskan waktu pacaran yang panjang. Apakah aku menagisinya? Tentu saja, dia lelakiku dan cinta pertamaku bukan?

Dan aku baru menyadari patah hati dengan lelaki pertama, bukan sekedar putus dari seseorang yang dicintai, tapi ada hal-hal yang lebih berat yang mengikutinya.

Tiga hari setelah lelaki itu berlalu, aku memasuki perioda yang lebih sakit daripada kepergian seseorang.
Ternyata begitu banyak yang pergi dariku, taman-taman kota, kedai kopi, lagu-lagu, dan makanan favorit yang biasa aku makan.
Hadiah-hadiah ulang tahun dan t-shirt motif yang menggemaskan, dan remeh temeh yang muncul random di dalam pikiranku.

Hal ini membikinku selepas kerja, cuman bersimpuh menunggu matahari pulang ke horizon, menyertai pertanyaan, kemanakah akan ku tempatkan segala yang ada di raut wajahku ini, segala yang mengendap di dalam kepalaku ketika semua seperti berhenti tiba-tiba.

Kamu boleh pergi say! Tetapi barang-barang ini, tempat-tempat ini, aku tak bisa membiarkan mereka pergi seutuhnya, walaupun di depan parasku semuanya sudah berakhir.

Akhirnya wajahku memberi tahu mereka bahwa semuanya sudah berakhir, kerna aku sudah memindahkan perabotan, membeli sprei baru, dan berhenti mengunjungi tempat-tempat yang membuat perutku melilit.

Lalu aku jumpa Geri, lelaki yang kedua.
Sekarang aku berpikir tentang karnaval yang aku datangi pada kencan keduaku dan aku harus mengubah metaforaku.

Geri berparas tampan dan lembut, sehingga perempuan langsung aman dan menduga cinta lebih gampang. Begitu juga aku. Dan dia mengatakan akulah cinta pertamanya.

Aku kembali melabuhkan rasa hati ke dalam hatinya dan dia menerimanya seperti layaknya lelaki lain yang bercintaan.

Sampai tahun kedua kami berkasihan, Geri mengajak saya masuk ke kedai kopi dan mendengarkan lagu lembut.

Aku memesan coklat dan Geri menyeruput kopi. Kami sama-sama suka roti bakar yang kering di luar dan meleleh di dalam. Kami menghabiskannya, dan Geri tidak menambahkan saus tomatnya. Dia sangat plain.

Di akhir santapan dan lagu semakin sayu, waktu pun menetapkan kami meninggalkan kafe kopi yang juga merupakan tempat kencan bersama lelakiku yang pertama dahulu.

Sebelum checkout, Geri meraih tanganku, pada bawah garis sinar lampu yang samar.

Maaf, aku hendak bertanya, sayang! Katanya.
Apa? Responku

Aku merasa selama ini kamu tidak tampak genuine? Maaf jangan tersinggung sayang! Kata halus Geri.
Aku tak menjawabnya, hanya menatap matanya, dan pertanyaannya membuatku terdiam.

Kamu tak perlu menjawabnya sekarang sayang! Lanjut Geri.
Aku mengangguk. Aku mau pulang! Kataku berbisik.

Kemudian kami berdua berjalan bersama diam, melangkah keluar kafe menjelang malam yang ada di depan kami.

Tiba di rumah aku menekan chat di gajet teruntuk Geri.

Dear Geri, maafkan aku, karena aku telah membuat kesalahan lagi dengan membiarkan diriku jatuh cinta denganmu sebagai lelaki kedua.
Dan aku menyadari kini, bahwa cinta pertamamu tidak akan bisa cocok dengan cinta keduaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun