Buat apa kamu terus mendekati saya? Dia bertanya.
Aku nggak tau Amber!
Perempuan semampai itu tertawa, bergerak ke ranjang salnya. Dia melaju matanya keluar jendela besar.
Aku pernah hidup di luar sana! Desahnya.
Mmm... apakah kau akan mengulangnya, Amber? Sudahlah! Jawabku.
Aku kehilangan diriku di luar sana, Boi! Bukankah namamu Boi?
Ya, aku  Boi Kempos!
Kepalanya bergeming, Dia membuang mata indahnya ke dalam pagi yang jatuh samar di luar jauh.
Kau tau? Aku telah membunuhnya di luar sana, dan aku akan membunuhnya dua kali jika aku kembali ke sana! Lanjutnya, Perempuan itu tertawa.
Amber, please! Aku membujuknya.
Hei! Kau harus membantuku ke luar dari jeruji ini, Boi! Tiba-tiba dia berpaling dengan mata sorot
Tidak Amber!
Kau Harus! Amber menjerit, lengan keringnya mengunci kerah leherku, membikinku batuk sulit mengambil udara.
Baiklah! Balasku masih tercekik, lalu dia melepaskan genggam jarinya.
Aku mau kau membawaku ke luar malam ini, Boi Kempos! Amber mengancam, suaranya menggigil.
Baiklah! Kataku menyerah.
Kemudian dia melepaskan ku ke luar kamar rawatnya, wajah tirusnya yang masih tampak elok tetap mengawasi langkahku menuju pintu sal. Sementara aku mendengar suara Amber tertawa cekikikan bercampur tangisan.
Jantungku berdegup, bahwa cukup lama aku mengurusnya di rumah sakit batin ini, semenjak aku tanpa sengaja menemukannya sehabis beberapa tahun dia dinyatakan sakit.
Otak kepalaku mememori kembali, bahwa, pertama aku bertemu dengan Amber ketika dia menikah dengan sahabatku, selanjutnya gelap waktu berjalan kerna kami tak pernah jumpa semenjak itu.