Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bertemu Masa Lalu

5 Juli 2024   22:26 Diperbarui: 5 Juli 2024   22:30 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar pixabay.com

Saya tidak mengenali siapa dia. Darimana dia, mau kemana dia, mau apa dia. Tetapi kami sering berbincang di waktu yang biasanya lengang di kala pikiran sehari-hari menggantung.

Wajahnya, saya faham, tetapi tak pernah bisa mengenali jelas garis parasnya, saya sudah berusaha menggambarkannya tetapi tidak pernah jelas. Baiklah kamu buram atau muram? Kata saya.

Harusnya dia tertawa tehadap stand up saya, tapi wajahnya itu, senyumpun tidak apalagi tertawa.

Aku mengenalmu semenjak aku lahir Klara! Katanya di saban pembicaraan. Hal ini membikin kerap saya budeg.
Dan dia lantas mendongeng kisahnya yang memilukan yang berulang seperti kaset rusak jaman baheula..

Kau pembuat masa lalu itu bukan? Tuduhnya.
Saya bosan dengan tuduhan ini! Sahut saya dituduh selalu.

Heh dengar! Kau yang menulisnya dan memahatnya dengan tanganmu sendiri! Katanya lebih tajam. Dan saya menutup kuping.
Saya nggak pernah melakukannya! Teriak saya.

Bohong!
Dengar! Saya tak membuat masa lalu ini, yang saya faham dia yang sudah menungguku semenjak saya dilahirkan! Paham! Jelas saya.

Dia terdiam dan membuang kedua matanya ke cakrawala yang mulai diturunkan senja. Dan kita berdua terhening menatap mentari yang mulai menunduk pelan.
Lalu  kita pergi bersampingan, meninggalkan kafe antik tempat kami berdebat dan curhat.

Maaf! Barangkali aku terlalu keras! Jelasnya pelan.
Ya! Bukankah kita sudah saling mengenal sejak kecil? Timpal saya. Dia manggut-manggut. Saya menatap matanya yang blur tampak rembes.

Dan selanjutnya saya tak tega meneruskan kata lebih, hanya mememori saja apa yang pernah saya lakukan kepadanya sebagai momen terbaik saya di silam waktu.

Saya kembali mengenangnya saat dia masih bayi, saat itu dia tampak begitu sendiri, tanpa siapa dan tak bernama pula.
Mamak saya yang kokoh, berkeinginan untuk bersahabat dengan dia yang masih baby, lalu saya menggendongnya ke dada saya meskipun saya masih kanak saat itu.

Siapakah nama yang ingin kau berikan kepadanya, anakku? Tanya mamak ketika itu.
Saya tak menjawabnya, saya hanya menatap bayi itu dengan segala pikiran dalam kepala seorang kanak berusia balita, namun saya sudah menetapkan namanya di dalam hati saya.

Tapi ya itu, dalam perjalanan dia selalu saja menuduhku telah mengambil masa lalunya, sampai kami dewasa seperti sekarang.

Saya cuman positive thinking saja, memaklumi masa silamnya yang emang tidak mudah, cuma saya berharap saja, agar dia bisa belajar lebih masuk akal setiap hari. belajar bahasa di saban waktu.

Tak berapa lama kami berdua berjalan bersisian sehingga mencapai persimpangan jalan, hari terlihat mulai memasuki malam yang tipis, namun saya lihat bayang sosoknya lebih gelap dari malam yang mulai jatuh.

Terus kami behenti, berhadapan.

Kini saatnya kita berpisah Klara! Bisiknya. Saya menganggukkan leher saya.

Baiklah! Kini kau sudah dewasa. Sudah mengingat wajah, nama dan tanggal dengan baik. Kau sudah cukup kuat, dan sudah saatnya tiba untuk kau bepergian sendiri! Balas saya.

Dia memandang mata saya dari matanya yang buram, lalu dia mendekap saya erat dan membisikkan satu pertanyaan.

Kau tidak pernah memberitahukan namaku saat itu! Siapa nama yang kau berikan saat bayiku di silam lalu?

Saya melepaskan dekapnya dan sejenak menatap parasnya. Saya berusaha kalem, dan menghirup udara sedalam paru-paru saya.
Baiklah jika kau begitu ingin mengetahuinya. Saat kau bayi itu, saya menamakanmu, Sejarah! Jawab saya.

Sekejap saya memandang lurus, wajahnya berubah beku dan serius. Dia tampak kurang berkenan dengan nama itu dan lebih keki lagi, kerna nama itu baru saya beritahukan sekarang ini.

Wajahnya pun mendekati wajah saya dengan tegang.
Baiklah! Aku akan pergi! Tapi hati-hatilah, aku akan melakukannya lagi! Katanya sembari ngeloyor pergi.

Saya melepasnya, menatap dia melangkah meninggalkan saya hingga menjauh, dan saat itu, saya sudah menyadari bahwa Sejarah, tidak akan pernah benar-benar meninggalkan saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun