Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cincin di Keranjang

29 Juni 2024   22:26 Diperbarui: 29 Juni 2024   23:20 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar pixabay.com

Apakah anda telah mengenal saya? Wanita menawan itu menatap.
Tentu saja! kata saya tergesa.

Dia membuang mata ke kotak jendela, sudut bibirnya sedikit menyudut naik.
Saya akan melamarmu! Saya mendesak.
Kita belum lama! Pelan bibirnya bergerak.
Aku mencintaimu, bukankah berkali-kali? Kata saya meyakinkan.

Aku meminta jeda! Katanya.
Baiklah!
Satu pekan ini!
Baiklah! Saya menyetujui.

Lalu kami bangkit dan melepaskan pelataran kafe terang bulan, dan saya berjanji akan melamarnya minggu berikut.

Apa yang akan kamu belikan?
Tentu saja sebuah cincin!
Perempuan pesona itu terdiam, dan dia mengambil lengan saya berjalan menuju kotak-kotak parkir kendaraan. 

Saya menyerahkan tubuhnya untuk masuk ke dalam mobilnya terlebih dahulu. Dia menyalakan engine lalu melaju perlahan, sampai lambai tangannya kembali masuk ke dalam kabin, saya pun mengalihkan pandang.

Kembali menetapkan saya sendirian di tepi kendaraan saya, dengan hati bahagia. Wanita itu akan menjadi milik saya seperti mimpi asmara saya yang terlalu memilih.

Saya membuka laci dashboard dan mengeluarkan sekotak cincin bermata satu, cahayanya berpendar, membikin saya senyum di kaca spion.

Cincin ini begitu gemerlap dan akan indah berada di lingkar jemari wanita saya! Saya omon-omon sendiri. Membayangkan destini akhir cinta saya yang telah saya temukan semenjak silam bertahun.
***
Dan saya mengenakan kemeja terbaik dengan jas terlicin, sepatu boot berkilat kulitnya, dan wangi badan yang fragrans tanpa menusuk aroma penciuman.

Dan tak lupa selingkar cincin bermata tajam yang sepertinya cahayanya menembus kotak penyimpannya, untuk saya persembahkan kepada wanita saya. 

Saya akan melingkarkan ke jemari lentiknya dengan gaya berlutut seperti lelaki prince. Bayangan kepala saya menguar tak terkendali namun membikin saya bahagia.

Segera vehicle saya bertenaga 6000 cc, menderu meninggalkan raungnya yang dalam di sepanjang highway.
Tak lama mesin besar cepat itu telah tiba di muka rumahnya yang berwarna pastel, saya melangkah turun dan mengetuk kayu pintunya yang artdekor.

Seorang perempuan menengah membuka pintu dan menyilakan saya melangkah ke ruang tamu yang bersinar, sejuk dan berbau rempah.

Ah! Tuan Andre Kempos, bukan? Dia bertanya sopan.
Tentu saja  saya! Jawab pede saya.

Maafkan tuan! Nona anda, sebentar lagi akan tiba. Silakan anda menanti santai!
Terima kasih, saya rela menanti! Jawab saya menenangkan hati dan mengambil duduk.

Sedikit gelisah kalbu, saat sepuluh menit berlalu namun gadis idaman saya tak pula datang. Malah perempuan cekatan itu kembali menyapa saya dan membawa diri saya ke ruang taman kerna dia telah menyiapkan kopi beraroma dan cake lumer merona di sana.

Silakan tuan menikmati supaya rileks! Katanya.
Saya mengangguk dan menyeruput kopi enak banget itu.

Buat menghapus gelisah, saya berjalan mudik hilir, lalu meraih majalah dari dalam sebuah keranjang untuk menelan waktu.

Tapi saat saya menaikkan majalah, beberapa benda lain terikut dan berjatuhan ke lantai, benda-benda itu benda remeh rumah tangga, seperti kunci-kunci rumah, paku-paku dinding yang belum dipakai.
Juga di tumpukkan keranjang terlihat kertas-kertas nomor telepon tanpa nama yang berserak, ada beberapa dengan penjepit kertas.

Dan yang menarik dua mata saya, adalah beberapa cincin berbagai bentuk bergeletakan bercampur dengan remehan benda lain.

Saya meraih sebuah cincin yang ternyata cincin emas bermata berlian berukir nama lelaki, agak suram lingkarnya namun sinarnya masih gemerlap. 

Saya pun menjangkau bentuk cincin lain yang tak lebih serupa, berukir nama pria berbeda, cincin platinum lembut bermata daimon, dan lagi tertampak beberapa cincin lain yang tidak hendak saya sentuh.

Dada saya sontak berdegup, memandangi cincin-cincin yang mirip dengan cincin yang saya bawa. Cincin-cincin dalam keranjang itu terlihat bercampur dengan benda-benda praktis lainnya, seakan cincin-cincin tersebut telah ditinggalkan dari masa lalunya yang sudah tidak dapat diakses lagi.

Saya pun jadi urung membaca majalah dan tak selera menggigit cake lumer di meja, saya meraba-raba cincin proposal saya untuk wanita saya ini di balik saku jas saya.

Tak lama perempuan pengurus rumah itu kembali nongol, dia berjingkat seperti malaikat.
Maafkan Tuan. Nona belum juga tiba, ya? Katanya.

Saya mengangguk kaku leher, dan terbata menanyakan siapakah gerangan pemilik cincin-cincin indah di keranjang itu. Tunjuk saja.
Cincin-cincin ini? Oh! Itu milik Nona anda, Tuan! Jawabnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun