Saya akan melingkarkan ke jemari lentiknya dengan gaya berlutut seperti lelaki prince. Bayangan kepala saya menguar tak terkendali namun membikin saya bahagia.
Segera vehicle saya bertenaga 6000 cc, menderu meninggalkan raungnya yang dalam di sepanjang highway.
Tak lama mesin besar cepat itu telah tiba di muka rumahnya yang berwarna pastel, saya melangkah turun dan mengetuk kayu pintunya yang artdekor.
Seorang perempuan menengah membuka pintu dan menyilakan saya melangkah ke ruang tamu yang bersinar, sejuk dan berbau rempah.
Ah! Tuan Andre Kempos, bukan? Dia bertanya sopan.
Tentu saja  saya! Jawab pede saya.
Maafkan tuan! Nona anda, sebentar lagi akan tiba. Silakan anda menanti santai!
Terima kasih, saya rela menanti! Jawab saya menenangkan hati dan mengambil duduk.
Sedikit gelisah kalbu, saat sepuluh menit berlalu namun gadis idaman saya tak pula datang. Malah perempuan cekatan itu kembali menyapa saya dan membawa diri saya ke ruang taman kerna dia telah menyiapkan kopi beraroma dan cake lumer merona di sana.
Silakan tuan menikmati supaya rileks! Katanya.
Saya mengangguk dan menyeruput kopi enak banget itu.
Buat menghapus gelisah, saya berjalan mudik hilir, lalu meraih majalah dari dalam sebuah keranjang untuk menelan waktu.
Tapi saat saya menaikkan majalah, beberapa benda lain terikut dan berjatuhan ke lantai, benda-benda itu benda remeh rumah tangga, seperti kunci-kunci rumah, paku-paku dinding yang belum dipakai.
Juga di tumpukkan keranjang terlihat kertas-kertas nomor telepon tanpa nama yang berserak, ada beberapa dengan penjepit kertas.
Dan yang menarik dua mata saya, adalah beberapa cincin berbagai bentuk bergeletakan bercampur dengan remehan benda lain.
Saya meraih sebuah cincin yang ternyata cincin emas bermata berlian berukir nama lelaki, agak suram lingkarnya namun sinarnya masih gemerlap.Â