Hingga mencapai fajar, saya berjingkat menuju beranda untuk senam lawas yaitu senam kesegaran jasmani.Â
Saat saya membuka pintu, tatap saya terpaku pada pohon mawar yang kuncup bunganya mulai menyembul terlihat cantik. Saya jadi lupa senam dan merapat ke tanaman indah itu.
Saya membelai kuncup bunga cantik itu dan menyesal karena semula telah mendegradasi atau mendowngrade tanaman ini. ternyata kini dia telah menjelma menjadi pohon mawar yang cantik.
Tergopoh-gopoh saya membuka keran air dan menyirami pohon mawar geulis itu sehingga keping kuntum bunganya semakin tajam memerah jambu, berikut pula dedaunannya yang kembali merona royo-royo.
Saya sangat hepi dan merasa, kehadiran pohon ini menggantikan rasa kuper dari platform idaman saya yang sudah selingkuh itu.
Hari pun berganti, dan saya mulai jatuh cinta kepada pohon mawar ini, merawatnya siang dan malam sampai saya sendiri lupa makan dan lupa minum.
Saya terobsesi dengan tanaman kecil berduri lancip ini, bahkan terkesan begitu posesif dalam menjaganya dari serangan serangga iseng.
Menjelang beberapa hari ke depan hati saya berdebar-debar saban waktu, menanti bila pohon mawar itu merekahkan bunga merah darahnya.
Dan benar, kalo engga salah di hari valentin, pohon berduri itu mulai memekarkan kuntum bunganya yang cantik, dan sungguh menambah rasa cinta saya kepada pohon mawar cantik.Â
Sampai tiba di pagi esoknya, saya mendapati kuntum bunga mawar marun itu telah mekar penuh, harumnya mewangi ke seluruh beranda. Saya jadi semakin kagum dan cinta kepada pohon mawar ini.
Namun ketika hasrat penuh saya ingin menyentuh bunga mawar aggunnya, ternyata pohon mawar cantik memalingkan tubuhnya, dahannya membungkuk seperti melindungi bunganya, demikian pula duri-durinya yang pisau, ikut membentengi bunga mekar mengkilap itu.