Pernahkah kamu bertemu dengan petugas survei? Ini suatu cerita tentang dia.
Itu terjadi di tahun yang akan datang, mungkin tak seberapa berjauhan dengan tahun depan 2024.
Sebenarnya saya kembali dari masa lalu, sehingga saya dikenal sebagai petugas sensus. Saya bekerja buat mencari orang-orang, menyusuri desa-desa untuk mencatat orang-orang apakah semakin berkembang ataukah semakin menyusut.
Hingga petugas sensus musnah dan diganti petugas survei. Saya masih mendatangi orang-orang sekarang.
Saya tiba di sebuah desa berpinggiran hutan, untuk mensurvei apakah mereka mau memilih. Jika mau, memilih siapa? Kenapa? Kenapa dia? Kenapa bukan yang lain? Dan pertanyaan ruwet buat orang-orang yang hidup di waktu sekarang.
Saya berjalan mencari rumah di tengah pepohonan yang sudah tidak berdaun dan tanahnya gundul, tapi rumah-rumah kondisinya sudah menghitam dari atap sampai pintunya. Tidak ada suara dari dalam rumah, kecuali angin.
Saya memasuki satu rumah yang condong, dindingnya dari semen dan keatas papan kayu. Saya mendorong pintunya yang tiba-tiba terbuka sendiri. Seperti ada efek bantingan dari orang yang masuk sebelum saya.
Ruangan rumah hanya dua kotak persegi, ruang serbaguna dan dapur, tidak ada kasur, atau kompor. Hanya satu meja di ruang tengah yang rapuh, ada beberapa kertas yang kering berisi tulisan pudar.Â
Dari tanggalnya itu sekitar lima tahun lalu, tulisannya enggak jelas, tapi sebagian terbaca. Kami enggak akan memilih kamu lagi! Hanya itu yang terbaca, selebihnya seperti cacing. Tapi di baris yang paling bawah terbaca tulisan. Kami telah tertipu!
Saya mengantungi kertas itu dan menuju ke dapur, hanya tungku batu saja yang masih berdiri di lantai semen, selebihnya debu dan sunyi. Saya keluar rumah itu dan mencatat di buku survei.
Selanjutnya saya menuju rumah lain, sedikit berjauhan. Tapi bangunannya sebelas duabelas dengan rumah pertama. Kembali saya mendorong pintunya, tetapi terasa berat, seperti ada yang menahan.Â