Aku pun merasakan rasa batin yang sama. Burung biru kecil itu bak prinses di tengah keluarga kami, terutama dia selalu ada bersama Lesli anak perempuanku. Lenyapnya burung biru indah kali ini, betul-betul memukul kami.
Baiklah Lesli, ayah akan mengabarkannya jika dia pulang! Pesanku kepada Lesli saat dia berangkat ke sekolah. Aku sendiri terpaksa absen bekerja, menunggu di rumah dan berharap mahluk kecil itu kembali.
Namun sejauh aku mencari hingga ke jalur jalan berkelok, tak seorangpun yang bisa memberi informasi di mana gerangan mahluk biru muda tersayang itu.
Hingga matahari padam jatuh ke horison, aku masih mendapati sangkar yang melompong, dan mendapati Lesli tampak tertidur lelah sehabis pulang sekolah di samping sangkar burung mungil itu.
Aku membiarkan Lesli tertidur lelap sekehendak kalbu membawa mimpinya.
Aku menanti di beranda, saat malam sudah jatuh dan warna mentari berganti lampu merkuri, namun kehadiran burung itu belum juga menampakkan tanda-tanda.
Ketika aku jauh merenung, tiba-tiba saja seekor burung gagak bertengger di dahan depan, bulu dan matanya yang hitam berkilat menatapku tajam, lalu paruhnya bersuara lirih.
Ah! Aku sedang mencarimu! Apa kabarmu? Dia bertanya sementara membuatku terpana.
Aku datang hanya untuk memberitahumu, tolong kau beritahu ke Lesli! Lanjutnya dengan suara parau.
Baiklah! Sahutku.
Aku ingin menyampaikan kabar, bahwa aku menjumpai burung biru kecilnya di pusaran angin utara semalam. Aku mengiringinya sepanjang jalan ke awan, dia terbatuk-batuk dan sayapnya dingin seperti es! Burung gagak itu terhenti, tenggorokkannya seperti tersangkut.
Baiklah! Sahutku lunglai.
Begini! Lanjutnya. Aku melihat bulu ekornya juga terlepas membuatnya  terbang terhuyung. Mahkota biru di kepalanya memerah darah. Tapi burung mungil itu harus terus terbang dan dia mengirimkan kata, baik-baiklah saja dan selamat tinggal! Cerocos gagak hitam.