Tanpa perlu diprediksi lagi memang Indonesia menang enam kosong melawan Brunei pada laga penyisihan paling awal piala dunia 2026, kemarin.
Bermain di GBK yang dipadati penonton termasuk bapak presiden Joko Widodo dengan jari enam terangkat, memuji kehebatan skuad Garuda Senior ini.
Bermain cair, bahkan menurutku terlalu cair, Indonesia sempat uncontrolled di babak pertama.
Memaksakan kemenangan cepat sudah terlihat dengan setelan empat orang di depan, menciptakan ketidakseimbangan antara tengah depan yang berdampak pada keseimbangan Balgott dan Ridho di belakang.Â
Tampak sesekali Brunei menusuk, saat kita hanya menyisakan satu atau dua pemain di belakang, lalu berhadapan dengan lawan, satu lawan satu, atau dua lawan dua. Ini riskan jika menghadapi lawan yang sepadan.
Lalu apakah cara bermain menghadapi tim lemah berbeda dengan melawan tim tangguh?
Kayaknya demikian yang terjadi pada coach Shin Tae-yong.Â
Menurutku menghadapi Brunei kita harus menggunakan setelan yang biasa kita anut atau similar, yang juga berlaku jika kita menghadapi tim sepadan atau tim yang lebih kuat. Jadi kita punya formasi yang standar, baik buat menghadapi lawan atau buat pemain kita sendiri.
Menghadapi Brunei kemarin STY memakai formasi skuad 4-2-4, menurutku ini skema agresif menyerang, dengan mengajukan kelebihan jumlah pemain penyerang untuk memberi lawan tekanan besar di depan, tapi ini juga rentan serangan balik.
4-2-4 juga perlu koordinasi yang bagus, kerna dua fullback akan banyak bergabung ke depan (Arhan dan Sadil) sehingga garis serang akan diisi  enam pemain sekaligus.
Emang yang vital ada di dua gelandang yang berbagi tugas, Marc Klok bertugas membantu penyerangan dan Sandy Walsh menjaga garis kedalaman belakang  dan garis batas penyerangan, artinya berperan sebagai pivot.
Dalam formasi agresif ini pastinya para penyerang mesti sangat kreatif mengambil atau menciptakan peluang.