Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Memindahkan Kematian

13 Agustus 2023   14:26 Diperbarui: 13 Agustus 2023   14:32 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Amanda mengunci katup O2, meja masih berantakan, ada percik merah di kain luar, sementara di titik surgery, darah masih berkilat. 

Dua suster rekannya membersihkan spot operasi, satu di meja stainless dan satunya lagi menggulung sprei penuh bercak.

Tim dokter baru saja berlalu, dan jenasah baru saja bergulir ke brankar beroda.
Suster Amanda memperhatikan dua yuniornya, mereka begitu terampil merapikan perhelatan operasi menuju sterilisasi.

Operasi jantung usai sudah, mengundang duka sanak sodara, Amanda membuka topi nursesnya, rambut pirangnya bergerai panjang, namun matanya pedih.

Entah ini keberapa kali operasi kritis, pasien berpulang di meja surgery. Gadis itu merasakan duka yang semakin tebal di setiap pasien yang meninggal.
Amanda bergegas mengakhiri atmosfer ruang operasi. Berjingkat keluar dan dia memerlukan udara segar.

Di garden rumah sakit, perempuan berbaju putih itu menumpahkan air mata.
Dokter Lula melihatnya, lalu menghampiri perawat andalannya itu.

Kamu harus menghapus trauma itu Manda! Ujarnya halus.
Kepala Amanda tertunduk, tangisnya masih sesengguk.

Ga tau dok! Saya semakin heavy di setiap kehilangan! Katanya.
Dokter Lula menepuk pundak perawatnya.

Hei, segala manusia akan menjumpai mati, sayang! Ini yang sudah digariskan semesta.
Ya, tapi gak gitu juga dok! Gumam Amanda.

Okei! Jadi apa yang kamu rasakan saat ini!
Saya gak bisa melihat pasien mati lagi dok! Cukup. No more!

Dokter Lula yang cantik menatap langit rumah sakit. Dia mengambil tangan suster Manda.
Baiklah. Kamu bisa jeda dulu dari kamar operasi, suster Amanda! Putus sang dokter.

Amanda mengangguk, matanya masih berair bening.
Trima kasih banget dok! Jawabnya kalem.

Okeh Manda. Kamu temporeri bisa tugas di rawat inap dulu, yach! Kata dokter idola itu.
Baik dok!

Keesokan pagi, suster Amanda telah berdinas di sal rawat inap. Dia merasa lebih baru dan berharap, trauma kematian mulai menepi dari kepalanya.

Dokter Lula yang sedang visit penderita, kembali bertemu sus Amanda.

Gimana suster Amanda, dah rada mendingan? Tanya Dok Lula.
Owh..aku seneng dokter Lula! Jawab Manda merem melek.

Ohyaa?
Iya dok. Pasien di sini dipenuhi harapan, aku sukak dok! Thanks ya dokter!

Dokter Lula senyum manis, lalu memeriksa salah satu pasiennya. Parasnya tampak serius, sebentar matanya melirik ke suster Amanda. 

Dia berbisik ke Manda, lalu sang suster bergegas meninggalkan ruangan. Tak lama Amanda kembali, dia membawa botol infus baru dan dengan cekatan mengganti botol lama pasien.

Dokter Lula memeriksa logbooknya, lalu berbicara ke pasiennya.
Mmm.. bapak skedul operasi nanti malam ya! Puasa kan suster! Perintah dok kepada suster Mandah. Benar dok!
Lalu dokter Lula melangkah dan menghilang pindah ke sal inap tetangga.

Meninggalkan Amanda dengan kakek pasien yang harus dioperasi pada tengah malam nanti.
Bapak tenang, bapak akan sembuh sehabis operasi nanti! Hibur Amanda. 

Entah mendengar apa tidak, sang kakek malah terlihat mendengkur. Amanda membelai lengan keriput pasien itu, matanya mbrebesmili.

Amanda masih bertugas sip-sipan sampai pergantian malam, dan sekarang pukul 11 malam. Dia mendorong kakek pasien memasuki ruang operasi yang sudah siap beroperasi.

Tiba di depan pintu ruang surgery Amanda berdetak, dia kembali dihantui oleh trauma orang mati. Namun beberapa perawat pria mengambil alih brankar dan mendorong masuk ke ruang berbau klorofom.

Amanda kembali ke ruang inap, perasaannya masjgul, kembali ke trauma kematian pasca operasi. Lalu dia beberes dan pulang. Di sepanjang jalan dia begitu overthinking.

Amanda tiba terpagi keesokan harinya, dia sangat pingin bertemu dengan kakek pasiennya namun saat dia masuk, ranjang kakek sudah diisi pasien baru.

Apakah kakek tidak berhasil melampauinya? Hatinya gundah bertanya-tanya.

Selain itu pula, dia menemukan ada tiga lagi bed yang telah kosong padahal semalam dia masih merawat mereka bersama di ruang itu.

Wajah Amanda tersamar pucat di pagi beku, dia berlari menuju ruang surgery dan mendapati sunyi. Segala pintu tertutup hanya satu perawat sedang merapikan rambutnya.

Maaf, ada berapa operasi semalam? Tanya Amanda.
Empat! Jawab perawat lain.

Terus?
Maaf, kita tak berhasil mengatasi satu pasien lansia!

Kakek?
Mmm.. Sang perawat mengangguk lesu.

Suster Amanda membeku, kepindahannya menghindari kematian ternyata hanya memindah kematian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun