Entah mendengar apa tidak, sang kakek malah terlihat mendengkur. Amanda membelai lengan keriput pasien itu, matanya mbrebesmili.
Amanda masih bertugas sip-sipan sampai pergantian malam, dan sekarang pukul 11 malam. Dia mendorong kakek pasien memasuki ruang operasi yang sudah siap beroperasi.
Tiba di depan pintu ruang surgery Amanda berdetak, dia kembali dihantui oleh trauma orang mati. Namun beberapa perawat pria mengambil alih brankar dan mendorong masuk ke ruang berbau klorofom.
Amanda kembali ke ruang inap, perasaannya masjgul, kembali ke trauma kematian pasca operasi. Lalu dia beberes dan pulang. Di sepanjang jalan dia begitu overthinking.
Amanda tiba terpagi keesokan harinya, dia sangat pingin bertemu dengan kakek pasiennya namun saat dia masuk, ranjang kakek sudah diisi pasien baru.
Apakah kakek tidak berhasil melampauinya? Hatinya gundah bertanya-tanya.
Selain itu pula, dia menemukan ada tiga lagi bed yang telah kosong padahal semalam dia masih merawat mereka bersama di ruang itu.
Wajah Amanda tersamar pucat di pagi beku, dia berlari menuju ruang surgery dan mendapati sunyi. Segala pintu tertutup hanya satu perawat sedang merapikan rambutnya.
Maaf, ada berapa operasi semalam? Tanya Amanda.
Empat! Jawab perawat lain.
Terus?
Maaf, kita tak berhasil mengatasi satu pasien lansia!
Kakek?
Mmm.. Sang perawat mengangguk lesu.