Saya pikir juga, penggunaan kekuatan seperti ini tidaklah fair, baik secara sengaja atau tidak, mempengaruhi atau pressing langsung maupun tak langsung terhadap kelembaman koalisi dan bakal calon presiden atau bakal calon wakil presiden.
Pabrik survei juga harus menghentikan survei kepuasan ini untuk tidak demikian masif, cukup untuk keperluan pemerintahan on going saja, ndak usah di panjang-panjangin menjadi dongkrak elektabilitas.Â
Kalo tingkat kepuasan Jokowi naik, maka elektabilitas bacapres Anies turun, elektabilitas bacapres Ganjar naik dan elektabilitas bacapres Prabowo lebih naik karena sedang dekat dengan Jokowi. Ini norce banget, dan selinier gitu, meski berdata, tapi kebetulan aja dimana masih banyak faktor lain yang bisa mempengaruhi.
Yang sedikit mengherankan adalah kenapa tidak ada parpol atau koalisi di luar koalisi Perubahan yang mendekat ke koalisi Perubahan, paling hanya sebatas gimmick dan pheripheral.Â
Platform yang diusung Koalisi Demokrat, PKS dan Nasdem ini bisa dikatakan lebih lengkap yaitu perubahan untuk persatuan, ketimbang platform dari KIB, KKIR atau PDI Perjuangan yang normatif dan tidak ada yang baru yaitu mengawal pemerintahan dan memperlancar transisi pemerintahan kelak atau status quo.
Logika di kepala saya, kenapa dinamika koalisi hanya terjadi di seputaran partai pendukung kabinet Jokowi 2023, tapi tidak menyentuh koalisi perubahan, padahal visi perubahan kan seharusnya lebih kaya akan perspektif, ketimbang sebuah status quo.Â
Tidak ada yang perlu ditakutkan perihal perubahan. Nothing endures but change, tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri (Heraclitus).
Jika parpol begitu terbuka, maka difusi parpol akan bergerak ke konsentrasi yang lebih sedikit seperti hukum fisika.Â
Tanpa prejudice, saya pikir Surya Paloh telah memulainya atas kemuliaan hukum alam ini, yang melakukan pertama dalam memilih bakal calon presidennya dan membentuk koalisi dari  dua partai oposisi PKS dan Demokrat dengan satu partai posisinya sendiri yaitu Nasdem.
Lalu tiba-tiba menjadi distract, sebagai partai politik pendukung kabinet Jokowi bos Paloh dimainkan sebagai berkaki dua, sehingga koalisi menjadi sesuatu yang bisa di belah ketika masuk ke dalam pemerintahan.
Padahal enggak ada hubungan koalisi dengan mekanisme partai pendukung Jokowi, kecuali gerbong koalisi di masukan ke ruang istana pemerintahan.