Mengibas garis hujan, saya turun melompati bike, mata saya mencari titik gadis semalam berdiri, namun saya tak melihatnya. Saya pun bergerak mengambil teras toko dan menunggu.Â
Saya mengambil tempat sela diantara beberapa pemuda yang berdiri sejajar, kelihatannya mereka menunggu sama seperti diri saya sendiri.
Cukup lama saya menanti gadis itu, sementara pemuda lain juga tampak serupa, berdiri mematung menghadap hujan yang berkabut.
Cuaca jelek! Saya membuka cakap. Pemuda berjajar mengangguk sepakat. Ya cuaca sangat jelek! Sahut beberapa.
Cukup lama kami berdiri hingga jalanan sepi dan menyisakan air menggenang, beberapa pemuda sederet mulai bersiap meninggalkan tempat, ketika seorang nenek terbungkuk berjalan menuju kami.
Sang nenek memeluk beberapa payung di lingkar kedua tangannya, tampak tergopoh dan basah, saya berusaha menyongsong buat menolongnya tapi dia menggeleng.
Tepat di depan kami, nenek berhenti.
Bukankah kalian menunggu payung kalian? Nenek bertanya tanpa menanti jawab. Lengannya lalu bergerak membagikan payung satu per satu ke pada kami.
Saya mendapat antrian terkahir.
Ini payungmu bukan? Tanyanya kepada saya. Saya terpaku dan menyambutnya.
Tetapi gadis itu? Tanya saya gagap. Nenek menatap saya.
Cuaca sedang begitu jelek! Kata nenek sambil berlalu tanpa menanggapi.
Saya menatap nenek itu melangkah meninggalkan kami, di pedestri toko dengan payung masing-masing.
Saya sendiri masih mengamati nenek itu menjauh, dia memakai sweater biru langit dengan dasar roknya basah terguyur hujan sementara di alas kakinya memakai sepatu basket biru yang basah, serupa dengan outfit gadis semalam.