Aku tak mengerti kala aku mesti pergi, di waktu yang masih banyak tersisa, namun aku sudah teramat letih.
Kamu terlalu cepat pulang sayang! Kata kekasihku yang indah.
Aku diam saja, karena aku mesti berbaring dan itu memang sudah peraturannya. Kekasihku yang bermata elok itu memejamkan mata sehingga kehilangan mata bolanya.
Setelah itu cuaca mendung, ketika orang-orang, panjang mengiringi tidurku hingga berhenti di hutan berpohon rimbun.
Beberapa menurunkanku hingga ke dasar dan menutup ruang udaranya.Â
Aku masih berbaring seperti semula, sampai suara-suara di atasku menyurut, sehingga hanya tertinggal suara kekasihku. Mungkin dia berbicara, tetapi aku mendengar senandung yang hilang timbul sehingga aku tak begitu memedulikannya.
Kala itu perhatianku hanya tertuju kepada aroma wangi bunga yang bisa ku cium buat menenangkan suasana.
Ternyata kekasih cantikku itu menepati janjinya, bahwa dia akan meletakkan bunga di lelaki berbaring yang akan membuat perjalananku menjadi hangat.
Sehingga saat dia meninggalkanku sendiri di sini, aku merasa nyaman, karena sudah ditinggali bunga yang kelak bisa memandu perjalananku. Bayangkan jika tanpa bunga, anda akan kebingungan saat anda datang ke alam yang sangat baru.
Aku memulai perjalanan yang tidak terikat ruang dan waktu dan aku mesti belajar untuk memahaminya, dan satu-satunya panduan yang diberikan kekasihku adalah bunga.
Beruntung kekasihku datang lagi keesokan, dan dia membawa tanaman bunga yang cukup banyak, lalu menanamkannya di tempat biasa pria berbaring selumrah kebiasaan yang ada. Aku senang bukan kepalang seperti aku mendapat sinar panduan yang lebih benderang dalam menempuh perjalanan baru ini.
Terima kasih sayang! Ucapku menerawang. Dan aku tahu, pasti dia mendengarnya meskipun tidak melalui kuping , hati cintanyalah yang bisa mendengarnya. Buktinya aku mendengar dia berkata.
Kamu tidur yang baik, ya sayang. Aku menanamkan bunga untuk mimpi perjalanan kamu! Katanya terdengar sedih. Aku hanya mengangguk meskipun seperti hayal, kerna aku tidak merasakan lagi perasaan orang biasa, hanya rasa magis.
Tanaman bunga merona yang ditanam kekasihku ternyata tumbuh perfek, begitu rimbun di sekelilingku, membuatku semakin merasa tidak sendiri dan  jadi pede menempuh petualangan baru.
Rupanya kekasih amazingku sangat telaten menyiangi tanaman bunga itu dan dia selalu hadir rutin dua hari sekali untuk membelai bunga-bunganya. Bunga warna-warni yang segar menjadi selalu bermekaran, saling bersahutan keluar dari kelopak dan benangsari, sehingga seperti taman mungil mosaik warna.
Dan aku semakin yakin akan arah perjalananku dengan cinta bunga mekar meruah yang ditanami buatku.
Hingga di satu hari, di tengah perjalananku yang mungkin baru menyentuh progres lima persen, aku merasa enggak enak, merasakan yang lebih dingin dari yang suam dan lebih buram dari yang benderang.
Ada apa sayang? Aku bertanya-tanya. Sebab cukup lama aku tidak menengok taman bunga kecilku, dikarenakan aku sudah mulai fokus di jalanku yang mulai menjauh. Dan ketika aku paksakan untuk terus melanjut , aku semakin insecure, seakan tanpa panduan kemana arah mesti melangkah.
Lalu aku memutuskan untuk berbalik, kembali menyusuri jalan dari  awal mula dengan tergesa dan rasa masjgul.
Ketika tiba di kotak awal, aku melihat celahnya melayangkan sinar yang meredup, lalu aku membukanya dan mendapati tanaman bunga yang telah ditanam tampak luluh lunglai, Â terlihat juga bekas bunga-bunga yang dipetik paksa dan dedaunan pun layu malah sebagian kerontang. Tiba-tiba hatiku seperti patah.
Seketika aku memandang keliling, dan aku tersentak melihat ada dua peri sedang memainkan bunga-bunga yang dipetik dari tamanku di tangan mereka. Ku lihat bunga-bunga itu mereka tebarkan di tanah, ke tempat pembaringan-pembaringan yang lain.
Lancang amat mereka! Aku tiba- tiba mendidih sembari menghampiri mereka.
Hei! Alasan apa kalian mengambil bunga-bunga milikku? Tanya ku sengit.
Kedua peri itu tampak kejut melihat kehadiranku yang tak terduga, paras halus keduanya menampakkan rasa bersalah.
Maaf! Bunga-bunga di taman anda sudah tidak terawat lagi! Jawabnya.
Maksud kalian?
Perempuan itu sudah tidak pernah ke sini lagi! Kata Peri menciutkan hatiku.
Aku menatap kedua mahluk melayang itu, lalu membuang mata ke taman bungaku yang rata rubuh.
Benarkah?
Ya! Perempuan ayu itu tidak lagi pernah datang untuk menyentuh bunga. Jadi kami memetiknya sebelum layu, lalu kami tebarkan kepada warga baru yang lain, sebagai panduan mereka untuk memulai perjalanannya! Jelas Peri rinci.
Aku terpukul mendengar penjelasan mereka. Dan memang telah kusadari, aku merasa di waktu terakhir ini, arah jalanku semakin surut cahayanya, oh, ternyata kekasihku telah memutuskan semerbak wangi bunganya. Begitu teganya- teganya?
Kenapa kau tidak memberiku bunga lagi sayang? Aku mempertanyakannya di kalbu. Sementara dua peri berpaling menjauh, keduanya meneruskan menebar bunga-bunga buat orang-orang yang baru datang pada tempat orang-orang berbaring.
Sedang aku, dengan gontai kembali ke peristirahatan di tempat ku berawal seperti tanpa kepastian. Aku dilanda overthinking perihal perempuan bungaku yang lenyap tanpa pertanda, meninggalkan taman bunga yang kini rusak.
Dari sudut kecil ruang dingin, aku masih berharap akan tibanya bunga baru, entah dari kerabat atau taulan lainnya, yang sesekali datang untuk memberi spirit move on ku meneruskan perjalanan ini.
Aku beruntung di akhirnya, sehabis beberapa sunyi kulewatkan, satu hari aku mengendus aroma bunga segar yang membuatku semangat, lalu aku berlari ke ujung pintu udara.Â
Dan benar beberapa kerabat kulihat membawa bunga rona warna segar, mereka meletakannya di atasku. Secercah aku  melihat kembali terang,  cahaya untuk tapak perjalannku ke depan, aku sedikit lega, namun rasa gelisah hati masih berkecamuk. Bagaimana jika kerabat pergi dan langka kembali, untuk menaruh bunga?
Dan sementara aku masih tergantung dan tepekur akan nasib perjalanan di depanku, Â lamat-lamat aku mendengar mereka berbicara, bahwa kekasih bungaku kini telah memiliki pacar yang baru.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H