Sedang aku, dengan gontai kembali ke peristirahatan di tempat ku berawal seperti tanpa kepastian. Aku dilanda overthinking perihal perempuan bungaku yang lenyap tanpa pertanda, meninggalkan taman bunga yang kini rusak.
Dari sudut kecil ruang dingin, aku masih berharap akan tibanya bunga baru, entah dari kerabat atau taulan lainnya, yang sesekali datang untuk memberi spirit move on ku meneruskan perjalanan ini.
Aku beruntung di akhirnya, sehabis beberapa sunyi kulewatkan, satu hari aku mengendus aroma bunga segar yang membuatku semangat, lalu aku berlari ke ujung pintu udara.Â
Dan benar beberapa kerabat kulihat membawa bunga rona warna segar, mereka meletakannya di atasku. Secercah aku  melihat kembali terang,  cahaya untuk tapak perjalannku ke depan, aku sedikit lega, namun rasa gelisah hati masih berkecamuk. Bagaimana jika kerabat pergi dan langka kembali, untuk menaruh bunga?
Dan sementara aku masih tergantung dan tepekur akan nasib perjalanan di depanku, Â lamat-lamat aku mendengar mereka berbicara, bahwa kekasih bungaku kini telah memiliki pacar yang baru.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H