Ku pikir kamu seorang pemain sandiwara? Tanyaku.
Dugaan anda benar!
Peran apa?
Banyak!
Menarik! Komentarku. Tapi dia menggeleng.
Awalnya memang menarik, tapi seiring waktu berjalan semakin kacau! Kevin bertopang dagu dengan wajah bete.
Kok bisa?
Kau tau? Sekarang aku sudah mengalami fase, dimana aku sulit membedakan antara sandiwara dan kenyataan!
Really? Aku merasa takjub.
Yaak! Ini membuat saya mual dan pening! Katanya dengan wajah tertelungkup di meja.
Maaf aku tak menyaksikan pertunjukan pertama tadi. Apakah kau salah satu peran di sana? Tanyaku.
Mmm.. ya. Aku berperan sebagai lelaki yang hancur, disingkirkan oleh kekasihku karena selingkuh. Ah! Bodo kali aku ini! Aku begitu menyintainya! Kevin memukul kepalanya, rambut gondrongnya berserak.
Apakah ini kenyataan juga? Aku sedikit was.
Ya, tentu saja ini kenyataan peran! Jawabnya merenung.
Hei, kau bisa berpikir mengalihkan ke lain hal Kevin, untuk membuang peranmu! Kataku. Dia menggeleng.
Aku sudah merasa diriku lebur Karina, aku merasa terbuang dan tidak memiliki asa lagi! Katanya lirih dengan mata berair.
Aku tak bisa berkata lanjut, dan membiarkannya saja, semoga dia bisa back to normal, tetapi Kevin terlihat  gelisah, sementara wajahnya semakin morat-marit. Aku jadi kasian melihat kesedihan yang parah.
Aku jadi ikut merasakan sakitnya seorang lelaki yang bersalah, menyadari kesalahannya dan harus memikul hukuman berat, timbul rasa simpati dan welas kasihan dari lubuk hatiku. Betapa lelaki Kevin memerlukan pelabuhan tempat mencurahkan jeritan kalbu.
Demi remuk hatiku, apakah kita boleh sering bertemu? Tiba-tiba Kevin meminta. Aku sedikit terkejut, dan tidak langsung meresponnya.
Please! Bagaimana jika besok kita bertemu lagi? Mohonnya.Â
Tapi aku menggeleng, meskipun hatiku ikut lunglai melihat wajah kehancurannya, aku membiarkannya saja waktu menunggu buat dia beristirahat, aku pikir Kevin perlu waktu untuk sendiri untuk merampungkan risalah hatinya.