Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Drama Kevin

3 Juni 2023   11:54 Diperbarui: 3 Juni 2023   12:36 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input dari pixabay.com

Aku tak terbiasa dengan kesedihan kerna aku dilahirkan di dalam keriangan bukan kekosongan. Keluarga yang lengkap dan hepi, segalapun kumplit, aku memiliki home bukan house. 

Dilingkupi teman yang baik dan trend famili positif. Seterusnya pula aku hidup di dalam bumi yang indah. Tapi bumi adalah planet di luar langit, dimana apa saja bisa terjadi, dunia adalah tempat penantian. Dan aku sudah mencobanya bahwa kehidupan selalu berganti seiring waktu.

Kini aku beranjak dewasa, dan cinta memasuki hatiku suatu hari. Seorang lelaki tampan berwajah sedih dan seperti tidak diinginkan, tiba di jiwaku.

Nama pemuda itu adalah Kevin, aku tak tau nama lanjut Kevin siapa, cuman Kevin. Dia tiba dengan ketampanan yang duka, dan aku tidak pula ingin mengetahui apa yang membuatnya badmood begitu.

Kami bertemu di  acara apresiasi sastra universitas tertentu, aku pikir dia seorang pemain drama, sedang aku penyuka risalah sastra kerna aku kuliah di sastra Inggris. Dia mendekatiku saat aku sedang minum jus jambu.

Maaf, boleh? Katanya meminta kursi.
Owh, silakan! Jawabku.

Lalau dia duduk di bangku berhadapan, memang kantin gedung tonil saat itu cukup sesak, hanya tersisa satu kursi di hadapanku, jadi mau gak mau aku setuju dia hadir di wajah ku.

Aku sendiri gak keberatan, kerna selain dia cakep juga sopan. Tapi itu tadi, aku pandang paras lelaki itu begitu mendung, matanya sayu dan dahinya berkerut, meski separuh jidatnya terkedap oleh rambutnya yang galing.

Saya Kevin! Dia memperkenalkan diri. Aku Karina! Jawabku kalem.
Kevin tidak mengorder minuman, dia mengeluarkan air kemasan dari bagnya dan mereguk.

Apakah kau pemain sandiwara? Kevin bertanya.
Bukan!
Oh, Maaf.
Aku sastra English! Jawabku
Menarik! Balasnya.

Ku pikir kamu seorang pemain sandiwara? Tanyaku.
Dugaan anda benar!
Peran apa?
Banyak!

Menarik! Komentarku. Tapi dia menggeleng.
Awalnya memang menarik, tapi seiring waktu berjalan semakin kacau! Kevin bertopang dagu dengan wajah bete.

Kok bisa?
Kau tau? Sekarang aku sudah mengalami fase, dimana aku sulit membedakan antara sandiwara dan kenyataan!

Really? Aku merasa takjub.
Yaak! Ini membuat saya mual dan pening! Katanya dengan wajah tertelungkup di meja.

Maaf aku tak menyaksikan pertunjukan pertama tadi. Apakah kau salah satu peran di sana? Tanyaku.
Mmm.. ya. Aku berperan sebagai lelaki yang hancur, disingkirkan oleh kekasihku karena selingkuh. Ah! Bodo kali aku ini! Aku begitu menyintainya! Kevin memukul kepalanya, rambut gondrongnya berserak.

Apakah ini kenyataan juga? Aku sedikit was.
Ya, tentu saja ini kenyataan peran! Jawabnya merenung.

Hei, kau bisa berpikir mengalihkan ke lain hal Kevin, untuk membuang peranmu! Kataku. Dia menggeleng.
Aku sudah merasa diriku lebur Karina, aku merasa terbuang dan tidak memiliki asa lagi! Katanya lirih dengan mata berair.

Aku tak bisa berkata lanjut, dan membiarkannya saja, semoga dia bisa back to normal, tetapi Kevin terlihat  gelisah, sementara wajahnya semakin morat-marit. Aku jadi kasian melihat kesedihan yang parah.

Aku jadi ikut merasakan sakitnya seorang lelaki yang bersalah, menyadari kesalahannya dan harus memikul hukuman berat, timbul rasa simpati dan welas kasihan dari lubuk hatiku. Betapa lelaki Kevin memerlukan pelabuhan tempat mencurahkan jeritan kalbu.

Demi remuk hatiku, apakah kita boleh sering bertemu? Tiba-tiba Kevin meminta. Aku sedikit terkejut, dan tidak langsung meresponnya.
Please! Bagaimana jika besok kita bertemu lagi? Mohonnya. 

Tapi aku menggeleng, meskipun hatiku ikut lunglai melihat wajah kehancurannya, aku membiarkannya saja waktu menunggu buat dia beristirahat, aku pikir Kevin perlu waktu untuk sendiri untuk merampungkan risalah hatinya.

Hanya kau sendiri yang bisa mengatasi hatimu Kevin! Kataku menasehati.
Kevin tampak termenung menjatuhkan matanya ke lantai kantin yang terbuka, matanya terlihat basah.
Baiklah! Katanya lirih, lalu dia bangkit dengan gontai meninggalkanku.

***
Sudah dua minggu bersilam, aku masih beraktifitas di gedung sastra kampus, menikmati keindahan drama bumi. Tetapi aku tidak menemukan Kevin di dalam drama-drama, dimana pemuda berparas sedih dan duka itu? Dia lenyap seperti di telan dunia. Beberapa aku menonton sandiwara, tetapi aku gak bisa menikmatinya, drama terasa tawar dan datar sehingga boring.

Kerap aku menikmati jus jambu di meja kantin outdoor tapi tetap ku rasa sepi, gedung show dan kantin yang menggembirakan kini menjadi lara buatku.

Dan aku merasakan kehilangan Kevin, sekarang dia telah pergi. Kevin yang memecahkan tidurku dengan kesedihan, mengguncang mimpiku dengan air mata.

Dari segala kemapanan dan kebahagiaanku aku merindukan Kevin, yang menawarkan rasa sakit yang manis. Dan terkadang di malam hari aku berdoa agar dia datang lagi meskipun itu hanya sekeping drama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun