Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Wanita di Separuh Cahaya

16 Mei 2023   09:06 Diperbarui: 16 Mei 2023   09:17 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber pixabay.com 

Kami melaju perlahan dengan kedua kaca terbuka, hitam aspal tersaput malam, sebagian lampu  pedestrian meredupkan cahaya. Hari mendung, tercium bau hujan menyengat, sementara mobil kami berjalan perlahan, sedang pertokoan separuh mulai senyap.

Ku pikir kau menyukainya? Tanya ku.
Kenapa?
Jalan ini!

Dia tersenyum samar, wajahnya menjadi siluet tertimpa sinar gelap terang lampu jalan.
Jalan ini seperti Broadway! Balasnya.
Mmm.. aku menggumam.

Aku mencuri tatapan ke wajah kekasihku di kemudi, dan tidak menemukan apa-apa, hanya wajah lurus ke kaca depan. Tapi aku merasa, dia menanti sesuatu yang sepertinya aku sudah tahu.

Dan benar, tak lama vehicle semakin lelet, saat terlihat seorang wanita berjalan melintasi deretan toko. Aku memandangnya mungkin ini kali ketiga, dan aku merasa kekasihku juga menatapnya. Kemudian dia berbalik tiba-tiba padaku tanpa bicara.
Aku membuang tatapan kembali ke perempuan yang berjalan, seakan wanita yang mungkin menjadi diriku sendiri.

Mobil berjalan semakin kasat sehingga menjelaskan pandanganku ke perempuan itu. Rambutnya kusam dan tidak menarik cahaya. Namun warnanya seperti milikku.
Pas melewati sisinya, wanita iru menoleh, matanya aneh seperti mataku. Demikian tubuhnya yang kurus tak lebih dari garis tubuhku.

Sebelum berlalu di kegelapan, aku masih belum melepas matanya, seperti menemukan cinta yang tak pernah membuatnya bersinar.
Tak berselang wanita itu menghilang di hitam bayang bangunan, meninggalkan jalan dengan gelap yang hampir sempurna. Aku masih mencoba mencari perempuan itu tapi seperti cinta yang tak kunjung datang.

Sementara hawa basah semakin berat menunggu hujan pada waktu yang tepat, yang menjadikan kegelapan dimana jiwa membeku di dalamnya, tak dihangatkan oleh nyala cinta selamanya.

Aku merasa kekasihku masih berusaha menatap wanita itu meski hanya kelam bayangan, dan kemudian tiba-tiba menoleh ke wajahku. Sinar matanya begitu ajaib untuk dapat ku lawan.

Kamu baik-baik saja? Tanya ku.
Dia mengangguk. Kupikir begitu! Semua baik-baik saja. Jawabnya.

Lalu mobil menambah laju dan kembali normal ke laju semula, melepas jalan kelam menguak terang kota yang masih semarak. Tapi aku tidak lagi melihat sinar seperti yang silam-silam.

Mobil berjalan halus nyaris tanpa bunyi, begitu pula kami berdua di dalam terdiam panjang. Aku sendiri enggan bertanya lagi tentang cinta.

Aku tak merasakannya lagi! Kata kekasihku serta merta.
Apakah kau mau usai? Aku bertanya.
Mungkin itu lebih baik! Katanya datar.
Ya! Jawabku.
Kau akan baik-baik saja! Timpalnya.

Kekasihku menekan gas mobil sedikit lebih, sehingga kendaraan laju lebih cepat seperti ingin tiba di akhir yang singkat.

Apa yang kau rasakan? Tanya lelakiku.
Aku merasa hambar!
Maafkan!
Tidak juga. Ku harap tidak lagi ada wanita itu! Cetusku.
Maksudmu?
Wanita tadi, yang berjalan di gelap bayangan!
Wanita itu?
Ya!
Dia selalu silam di dalam keramaian! Katanya.
Kenapa?
Aku menyukai Broadway dan wanita itu tidak. Dia hanya berjalan di sisinya! Terang kekasihku.

***

Sehari kemudian aku berjalan di terotoar yang sudah separuh gelap. Sinar-sinar lampu deretan toko tidak mempan menembus jarak udara yang humid. Aku melangkah perlahan menyusuri jalanku yang masih panjang, sepi dan hambar, sepertinya hanya akulah satu-satunya di situ.

Tak berapa lama sebuah mobil melaju lambat seakan mengiringi langkahku, kedua jendelanya terbuka lebar sehingga terlihat sepasang pria dan wanita di dalamnya. Yang perempuan memperhatikanku tajam.

Jalan ini seperti Broadway! Aku mendengar lelakinya berkata, tetapi wanitanya masih tetap memandangku.
Aku tak akan pernah menjadi seperti perempuan itu! Kata wanitanya masih mengarahkan pandangnya padaku.

Dan aku membalas tatapannya, matanya aneh seperti mataku dan aku melihat wanita  dengan cinta yang tidak pernah membuatnya bersinar. Aku berpaling dan berjalan cepat untuk menghindari lebih jauh bahwa wanita itu adalah diriku yang sedang menuju ke separuh cahaya.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun