"Ya memang (Nasdem) enggak diundang," ujar Jokowi saat memberikan keterangan kepada wartawan usai meninjau kegiatan perdagangan di pusat perbelanjaan Sarinah, Jakarta, Kamis (4/5/2023).
Presiden bicara apa adanya, bahwa Nasdem sudah memiliki koalisi sendiri untuk menghadapi Pemilu 2024. Di sisi lain, enam parpol lain juga ingin membentuk koalisi lain untuk hal yang sama.
Penegasan Jokowi ini mengakhiri spekulasi alasan ketidakhadiran Surya Paloh dalam pertemuannya dengan enam ketum parpol Selasa lalu (2/5) di istana.
Sekilas memang tidak ada perbedaan yang berarti merefer pertemuan the magnificent seven, 7 ketum parpol pada bulan Juni 2022 lalu yang picturenya segera melegenda.
Tiba-tiba saja pertemuan the big six kali ini yang tenang, serentak terasa menjadi sangat berbeda dibandingkan dengan pertemuan the big seven yang telah melegenda itu.
Penjelasan gamblang Jokowi  untuk tidak mengundang Nasdem, segera saja menyiratkan aroma awal dari sebuah perbedaan tajam yang membuka sejarah atau luka politik belakang layar yang lebih 'wild' dari sekedar layar televisi.
Hal ini juga menyiratkan adanya klasifikasi istana antara koalisi enamnya dengan koalisi Nasdem, sementara partai Nasdem sendiri berposisi masih sebagai partai pendukung pemerintahan Jokowi.
Mungkin bolehlah menarik garis batas koalisi dan anti koalisi, tetapi tidak mengundang Ketum Nasdem Surya Paloh ke Istana menjadi rancu.
Membawa mesin politik ke kamar istana memang bukan perkara sederhana, bukankah lebih tepat pergi ke tempat bengkel politik?
Tidak ada yang tahu suara kamar istana yang tertutup. Presiden Jokowi melakukan hal itu tanpa Surya Paloh tak lama setelah partai PDI Perjuangan menetapkan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden. Mungkin timeline mengejar, dan yang harus dilakukan adalah endorsement Ganjar presiden, kepada partai pendukung kabinet Indonesia Maju minus Nasdem.
Penjelasan tidak mengundang Nasdem, mungkin bukan masalah besar karena sudah gamblang dan susah diargumentasi lagi, kecuali argumen yang dibuat-buat. Ini bukan hal yang penting lagi dan bisa diturunkan kadar prioritasnya ke level yang terbawah, sehingga pengolahan atau treatment koalisi enam adalah prioritas sehabis deklarasi Ganjar capres.
Paling tidak porsi besar dari koalisi enam yaitu Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) diharapkan memiliki pemahaman sama, bahwa Ganjar Pranowo merupakan basis pemerintahan pasca Jokowi, meskipun ada capres lain yaitu Prabowo Subianto yang diusung KKIR.
Spekulasi krusial pada pertemuan 6 ketum parpol ini tentu saja persoalan calon wakil presiden dalam asumsi, jika kesepahaman untuk Ganjar capres berjalan mulus.
Mungkin ini bisa menjadi spekulasi awal bahwa tawar menawar posisi Prabowo Subianto sebagai capres kedua dalam tanda kutip, jika diwejawantahkan ke dalam kalkulasi kekuatan 6 parpol yang terbagi menjadi 4 parpol (PDIP, PPP, Golkar dan PAN) untuk Ganjar berbanding 2 parpol (Gerindra dan PKB) untuk Prabowo. Sehingga posisi tawar Ganjar sebagai capres tentu saja berada di posisi skor yang lebih tinggi.Â
Meski di beberapa survey elektabilitas Prabowo Subianto bisa leading dari Ganjar atau sebaliknya, tetapi selisih kedua pemuncak ini berada hanya di angka plus-minus 2% saja. Jujur saya kurang mengerti soal angka survey beginian, Â selisih elektabilitas Ganjar-Prabowo 2%, tapi margin of error surveynya 3%, terus apa yang mau dilihat? (please cmiiw)