Saya tiba terlambat dua jam dia masih menunggu dengan memangku cintanya. Malam itu pukul sembilan yang seharusnya pukul tujuh. Duduk di tepi meja kafe yang separuh kosong, perempuan itu bersinar meski lampu separuh berpayung itu meremang di atas meja kayu.
Maaf saya begitu silam, ada suatu kerja yang mesti dilakukan! Jelas saya kaku.
Dia mengangguk dengan senyumnya yang telah tersimpan dua jam, sembari membuka piring makan malam yang berukir kafe. Wanita pesona yang indah dan sabar, saya selalu mengaguminya.
Lalu saya mengambil aba-aba untuk memesan kartu menu kepada pelayan, sementara di meminum lemon di gelasnya sembari menatap saya, saya balik membalas matanya.
Apakah kau memakai parfum berbeda? Tanya saya sembari mengendus. Dia menggeleng.
Tidak! Aku pikir kau memakai parfum? Jawabnya. Matanya terlihat heran.
Tidak! Kau tau saya tak memakai parfum! Jawab saya dan saya kembali mulai mengendus lebih cermat wangi berbeda ini dan mulai melihat kesalahan pada dua jam keterlambatan date ini.
Beruntung santapan kami tiba sehingga aroma berganti semerbak masakan sedap, dan perut kami yang melompong tak lagi sabar menanti. Saya makan dengan rakus sementara dia menyuap dengan anggun, itu salah satu yang membuat saya jatuh hati, dia kontras dengan saya yang serabutan.Â
Waktu berlaku segera sehingga kami keluar dari kafe pukul sepuluh, saya mengambil tangannya dan kami berjalan bersentuhan.
Aku suka parfummu! Bisiknya lembut.
Parfum?
Ya, aku juga suka kau mulai memakainya malam ini!
Ah.. Kembali saya berdesah sembari mencoba menelusuri kembali aroma parfum yang melingkupi tubuh saya, namun hanya semriwing, tapi tetap terindra, dan saya semakin merasa telah membuat kesalahan.
Tiba langkah di parkir mobil, saya membukakan pintu vehicle tua saya untuk menyilakannya masuk, dia senyum menawan dengan perilaku gentle saya.
Dia melangkah dan duduk di jok, elegan dengan postur tegaknya yang indah, lalu saya memutar kunci menghidupkan engine dan melajukan kendaraan yang segera melepas pedestrian jalan.
Are you ok? Tanya saya basa basi.
Dia menoleh memandang supirnya. Aku mencium parfum baru kamu lebih menyengat di dalam sini! Katanya dengan paras inosen.
Oh iya?
Iya!
Ah, mungkin parfum sample itu tercecer di laci mobil! Atau entah saya lupa! Kata saya ngasal.
Tapi aku suka fragransnya! Jawabnya sembari tangan lentiknya membuka laci dasbor di hadapannya, dan seketika kap kecil laci terungkap, satu kain renda mungil bergulir terjatuh dan dia sigap menangkapnya.