Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pohon Apel Megan

15 April 2023   11:57 Diperbarui: 15 April 2023   12:00 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya memakai jas malam itu dan berdasi hitam, dan saya merasa tampan. Hanya beberapa blok dari apartemen saya, kafe itu mengurai udara dengan aroma medium rare dan bau air ginger. Sedikit mahal tak mengapa kerna kekasih saya, Megan menginginkan saya bertemu di kedai nyaman ini.
Jam tujuh lima lima saya melangkah masuk ke dalam kotak sejuk ini dan mengambil meja di area dimensi yang tidak terlalu cahaya.

Brow? lelaki pramukafe yang parfume memberikan saya menu. Wajahnya belia dan asyik.
Jeruk limau dan es! Pinta saya, dia mengangguk dan berbalik.
Saya bersandar dan mencoba rileks sembari mengambil pandangan separuh keliling pengunjung yang tak begitu rapat.

Saya flashback dan saya pikir, saya beruntung kerna sudah banyak jeda hubungan antara saya dan Megan sebelum date ini, barangkali karena kesibukan kami sendiri-sendiri. Dan saya senang ketika akhirnya Megan calling saya ingin bebincang di Kafe ini.

Jam delapan janji, Megan belum muncul dan saya tau kebiasaan buruknya yang selalu terlambat, hingga limabelas menit ke depan dia akhirnya muncul. Saya menggapai dan dia mengerling. 

Perempuan saya itu tampak berbaju kasual dengan sneakers membikin saya seperti salah kostum. Dia menuju saya dengan langkah anggun, Meg selalu begitu, dia berjalan menawan sementara rambut indahnya bergerai dengan wajah cantik memesona.

Hai! Saya menyapa dan mengecup pipinya tetapi dia tampak minim antusias, kontras dengan saya.
Ku pikir ini akan menyenangkan, kau order apa sayang? Saya memajukan menu. Dia masih separuh dengan moodnya menatap mata saya tanpa menyentuh list.

Hei, ada apa? Tanya saya mengambil tangannya lembut tapi dia masih diam.
Megan..?
Maaf Beri, aku tak santap kali ini! jawabnya lesu.
Lalu..?
Maaf Beri, aku harus mengatakan sesuatu... Megan berkata perlahan.

Saya mulai memandangnya serius, dari atmosfer yang semula rileks, mungkin inikah hal penting yang ingin diucapkan Megan di tengah kelangkaan waktu hubungan kami yang kurang sinyal.

Aku rasa... aku tak mencintaimu lagi Beri Jib.. Megan berucap dengan bergetar.
Whats? Saya terperangah dan beku sekian detik tidak aktif, lalu saya berusaha keras menormalkan isi kepala saya.

Ini engga fair Megan! Kau mengundang meja kafe hanya untuk mengatakan kau selesai. Aku mencintaimu Megan dengan segenap hidupku! Saya komplen meski tau ini seperti memukul angin sementara paras Megan original tanpa terlihat ngeprank membikin saya surut buat lebih kepo.

Maafkan aku Beri Jib! Kata Megan mengakhiri, dia membungkuk dan mencium saya.

Megan, Megan, aku tetap mencinta dan akan selalu menyimpan cinta yang pernah kamu kasih hingga kapanpun. Kata saya memelas.

Megan berdiri, perlahan berlalu meletakkan diri saya di pinggir meja kafe jahe bersama rasa ujung putus asa seorang lelaki. 

Saya menatap punggungnya menghilang seperti siluet yang pernah hadir di dalam kalbu lalu pecah berkeping. Tanpa sadar saya merasa hancur dalam, ketika sayup terdengar lagu How Can You Mend a Broken Heart dari The Bee Gees, semakin meluluhkan lelaki yang sedang patah.

Saya meninggalkan kafe dengan gontai menyambut udara basah sepanjang pedestrian jalan, meski malam belum sempurna namun saya merasakannya lebih kelam ke depan.

Saya merasa tak mampu menghapus cinta Megan dan dalam jiwa, saya berjanji untuk tetap memelihara cintanya tanpa batas waktu, meski tampak emosional dan kekanak-kanakan namun demikianlah adanya. 

Malam ini memang menjadi awal perjalanan saya yang absurd tanpa Megan lagi, membuat saya tidak tau harus berbuat apa selain merawat cinta Megan yang telah tumbuh dan berakar di hati saya.

***

Hingga hari-hari berlalu orang-orang di sekitar tak lagi menguarkan bicaranya tentang putus cinta kami, saya sendiri tetap bergeming, bahwa Megan adalah kekasih sejati meski dia sudah berlalu.

Saya pun memulai hidup dengan separuh nafas karena separuh nafasku terbang bersama dirimu seperti Dewa19, menjalankan kehidupan saya.

Hanya saya menjadi lebih pendiam dan banyak mengurung diri besama cinta Megan yang masih saya simpan dengan gentle. 

Saya tetap membiarkan cinta itu tumbuh dan menyiraminya dalam rasa campur aduk pupus dan harapan.  Saya pikir, ke depan akan begitu panjang rasa bersedih seiring cinta Megan yang semakin tumbuh saya rasakan. 

Dari malam dan pagi saya menyirami cinta Megan dengan air mata saya yang kerap jatuh menimpanya sampai tumbuh semakin subur.

Saya pun tak lupa untuk menjemurnya dengan senyuman ketika cinta Megan tersentuh beberapa kali mendung. Kerap saya membelainya dengan asa yang timbul tenggelam sampai akhirnya cinta Megan tumbuh dengan baik siang dan malam.   

Saya demikian puas dengan hasilnya dan kerna sudah tumbuh demikian besar membikin hati saya tak kuat lagi memikulnya. Saya pun memindahkan cinta Megan ke dalam pot yang indah agar dia bisa mekar dengan sempurna dan indah. 

Semakin besar dia tumbuh saya pun memindahkannya ke halaman depan apartemen ground saya biar dia bisa menghirup cukup oksigen dan sinar mentari untuk foto sintesa.

Sampai akhirnya pohon cinta Megan menghasilkan buah apel yang cerah, memerah berkilat bergantung indah. Banyak orang pejalan menoleh dan memuji keindahan tanaman apel itu, dan saya harus memberi tanda larangan keras untuk tidak memetiknya, kerna saya sangat mengingat bahwa Megan yang sangat doyan makan apel merah.

Sampai di saat, saya melewatkan satu malam yang aneh dan bangun di pagi hari yang cerah, saya mendapatkan Megan terlihat duduk di beranda dengan menggenggam apel merah yang masih tersisa separuh.

Saya hampir tak percaya memandang perempuan Megan yang sedang menggerogoti apel dengan gairah.

Aku mencintaimu Beri jib! Katanya sambil terus mengunyah. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun