Bukankah saya pernah bersua anda?
Perempuan itu memandang dengan mata belok, giginya tersimpan rapih sesaat senyum kecilnya tergambar, dia tidak merespon, bahu putihnya yang terbuka, sedikit mengangkat ke atas.
Uhmm.. Jawabnya.
Saya tidak memaksa meremindnya, paras ayunya memang seperti cerita yang silam maupun yang akan datang dan saya bagai kehilangan tepi waktu.
Baiklah, saya Jo! Saya membuang lengan dan dia mengambilnya lembut.
Tami! Katanya.
Oke hari begitu basah sebaiknya kita menghangatkan di kafe sebelah! Saya menawarkannya.
Dia kelihatan berpikir di tengah atmosfer hujan yang jatuh disertai uap kopi yang harum mengapung di udara.
Tidak ada jeleknya! Perempuan itu menerima.
Lalu kami masuk kafe Sebelah, saya memesan kopi dan dia memesan  susu dan croissant ikan. Tak lama aku menikmati kopi di ruang beraroma herbal ini. Perempuan itu meminum susu dan memegang croissant ikan, dia tidak menggigitnya, dia mendenguskannya.
Kenapa?
Aku tak suka wewangi herbal! Dia melekatkan bau ikan croissant ke hidungnya yang bangir.
Maaf, kita bergeser saja ke beranda! Ajak saya. Dia sigap berdiri memegang gelas susu dan croissant ikan dan berjalan ke ruang  yang lebih banyak udara, saya mengikutinya.
Muaah..! perempuan cantik itu mengambil udara. Aku lega! Katanya. Saya mengangguk dan mulai suka menatap dia memakan roti lapis ikannya, perlahan dan lembut, seperti mengerat.
Kau menikmatinya! Aku saya, dia tak menggubris dan terus menikmati ikan dengan kedua tangannya. Hujan mulai menyurut, ketika lalu seekor kucing berbulu hitam melintas di tangga masuk.
Rrrgghhh..!! Tiba-tiba Tami menggereng, matanya bulat penuh menatap kucing legam yang pula berhenti bak mematung. Kucing itu mengeong tapi kepala kucing itu tampak surut tanpa berani membalas tatapan wanita Tami.
Kau fobia kucing? Saya bertanya. Dia tak hirau pertanyaan saya, dengan masih tetap pada mimiknya sampai kucing hitam di lantai basah itu memutuskan langkah seribu.