Baiklah! Jawabku kelu.
Maafkan Ola ya Kak! Kakak tentu sudah menunggu lama!
Aku menarik udara panjang dan menghembuskannya perlahan menenangkan hingga di kepalaku.
Apakah tidak sepadan dengan satu tahun atau lebih, suatu kali anda, seorang wanita datang untuk menenangkan seorang priya yang terkoyak waktu, meskipun dia tidak mencintaiku? Aku berbicara perlahan yang ditujukan terlebih kepada diriku sendiri.
Oli terlihat menunduk, wajahnya meredup matanya mengembun. Lalu dia bangkit berdiri.
Aku pergi fulu, kak! Katanya sembari berbalik dan melangkah menuju pintu resto.
Aku mengangguk lesu sambil melepas pandang ke sosoknya yang berjalan pelan menjauh.
Hujan mulai membelai perlahan dengan garis yang menebal dan rapat, aku menatap kosong ke asap gulungan uap dingin itu.
Sementara di tikungan resto, Oli melenggang berjalan, sekelompok muda yang berpapasan menyapanya.
Hai Oli!
Oli tersenyum gigi putih indahnya berseri. Aku Ola! Jawabnya spontan.
Ola?? Ah, maaf kami kerap keliru mana Oli dan mana Ola. Maaf Ola! Sambut mereka serempak.
Ola pun kembali berlenggang  berlari kecil menjelang kembarannya Oli, yang telah menantinya di atas sepeda motor besar, lalu dia menaiki sadel belakang.
Beres Ola? Tanya Oli si pengendara.
Lai-laki itu? Beres Oli! jawab Ola
Dua gadis indentik itu menggelinding menderukan moge mereka, memecah hujan di jalan yang basah parah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H