Bapak Iwan Bule ketua PSSI mengatakan bahwa Shin Tae Yong aman dan tetap pada kontrak yang sudah disepakati. Saya tidak bisa menebak hati pelatih asal Korea Selatan ini dalam menyikapi kondisi yang tidak baik-baik saja.Â
Tekanan sebagian fans nasional untuk mundur dari kepelatihan Timnas tentu saja bisa jadi buah simalakama buat seorang Shin Tae Yong.
Menjelang berhadapan dengan Tim Malaya, Timnas boleh dikata 'luluh lantak', dan akan melawan tim yang tangguh untuk perebutan satu perunggu dalam partai 'hiburan'. Apakah kemenangan akan mengembalikan harkat pelatih dan menjadi remedy untuk fans Timnas, atau hanya menegakkan emosional dominasi persaingan serumpun terhadap Malaysia?
Rasanya memang campur aduk, barangkali akan berbeda  jika yang dihadapi bukan Malaysia yang selalu menyulut rasa persaingan 'tetangga brisik', ala 'noisy neighbours' Manchester City. Berhubung Indonesia menghadapi Malaysia maka soal medali campuran tembaga-timah bukan lagi menjadi urusan, tapi ini akan menjadi urusan sejarah panjang persaingan sepakbola Indonesia-Malaya yang haru-biru.
Jika Timnas kalah dari Harimau Malay, mungkin akan menjadi hal yang tidak sederhana, hal ini bukan lagi soal perunggu, bukan lagi soal Sea Games, melainkan akan menjadi persoalan  rivalitas tensi tinggi, ala Manchester United vs Manchester City.
Eh! Ngomong-ngomong soal Manchester City, apakah anda setuju jika pasukan Harimau Malaysia kali ini bergaya Manchester City? Dari pengamatan bukan mbah dukun, permainan skuad Malaysia dibawah pelatih mereka yang rancak, memainkan sepakbola sabar dan taktis, penguasaan medan juga baik, penyerangan build up atau long ball terkontrol dengan okeh.Â
Bertahan disiplin menjadi ciri yang mencolok dari skuad Malaysia kali ini. Ketrampilan individu yang merata juga terlihat, sehingga Malaysia tidak terlihat sebagai kesebelasan yang pincang. Walaupun pelatih Brad Maloney didesak mundur pasca dikalahkan oleh Vietnam, tim Harimau sekarang mengalami Quantum leap ditangan pelatih Australia ini.Â
Saya pikir Tim Malaysia under 23 ini merupakan salah satu tim yang stabil di dalam serangkaian kejuaraan Asia Tenggara ini. Selain teknis yang homogen, postur pemain Malaysia sekarang besar dan tinggi, terus yang penting pada ganteng-ganteng lagi, dengan tampilan boy squad, mereka tambah mempesona dan berkharisma, kayak penyanyi band tersohor.
Defensif tangguh, ofensif tangguh, adalah idealisme tim besutan Maloney ini, dengan motor fullback Quentin Cheng yang berpasangan dengan Zikri Khalili, dan gelandang veteran yang elegan kapten Mahadi, maka Harimau muda menjadi tim yang asyik.Â
Saya sendiri terpukau dengan gaya boy band Malaya ini seperti membayangkan permainan Manchester City. Pemotongan umpan-umpan penetrasi dari Vietnam kemarin menunjukkan betapa sangat disiplinnya pasukan Melayu ini, juga keberanian tackling yang presisi mereka, membuat Vietnam kesulitan untuk menyaruk gol mendekat kotak Macan ini. Vietnam hampir selalu memuntahkan meriamnya dari jarak jauh atau set piece yang juga kurang mempan karena struktur menara pemain bertahan Malaysia.
Adapun gol satu-satunya yang diperoleh Vietnam adalah hasil bola mati dan itu karena kesalahan antisipasi kiper Malaysia Azri Ghani terlalu cepat maju dan menangkap angin.
Penyerangan Malaysia pun yang bergaya The Citizens, selalu menenangkan tapi berbahaya, selalu ada paling tidak 4 orang dalam formasi serang di depan, dengan winger Lukman Samsudin dan Danial Asri sangat membuat dan 2 penyerangnya yang salah satunya penyerang jangkung nan tampan Abdul Razak (9) tambah berbahaya.
Apakah Timnas bisa menghempaskan Tim Malaya kali ini? Dengan menarik area melebar dan membuat overload di sayap, Â peregangan tengah Malaysia lebih mudah direkayasa oleh Kwateh atau Saddil atau Witan.Â
Jadi peran pemain flank Timnas seperti pasangan Witan-Dewangga atau Rio-Kwateh  mesti kerja keras kalo pengin menang, karena satu-satunya cara membongkar pertahanan Malaya ini dengan meregangkan jarak mereka. Mudah-mudahan bener sih, analisa sedikit mengarang ini.
Namun sekali lagi, pertandingan Indonesia kontra Malaysia ini, lebih diartikan sebagai pertandingan klasik dari 2 musuh bebuyutan seperti filem Benyamin tempo dulu, tapi ini dengan membawa-bawa, kultur dua tetangga yang salah satunya adalah tetangga berisik. Jadi bukan lagi soal sport, bukan lagi soal Sea Games, apalagi medali brons, ini adalah pertandingan gengsi dari dua bebuyutan yang kompleks.
Siapa yang kalah bisa saja berarti nyesek buat pelatih masing-masing, termasuk pelatih Shin Tae Yong. Ibarat dua gajah berantem pelanduk mati di tengah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H