Ini entah hari ke berapa, dan kupikir aku harus menuliskannya, bukan apa-apa, supaya dia selalu teringat, kerna jika verbal dia selalu alpa, atau pura-pura lupa? Begitu nasihat temanku Moli. Dan aku mengambil secarik kertas nota kecil, lalu menuliskannya.
Untuk Joni:
Aku tidak pernah mengatakan aku mencintaimu.
Anda tidak perlu menggoda saya, hari demi hari.
Dari Jeni.
Aku melipat kertas dan merekatkannya dengan selotip bening untuk mengunci lipatan. Lalu aku berikan kepada Moli, perempuan yang aku kenal belum lama tetapi yang ku mengerti, dia mengejar-ngejar Joni. Naksir kali? Moli berbinar menerima surat kerna dia tau ini peluang besarnya, Moli tau bahwa Joni mengejar-ngejar serius aku dan aku wegah.
Serius, kamuh? Kata Moli, mukanya ada sedikit berkura-kura dalam perahu. Aku mengangguk kurang bersemangat. Lalu dia melangkah cepat meninggalkanku.
2 hari kemudian Moli mendapatiku, nafasnya memburu, wajahnya kelihatan tidak sukak.
Jeni! Itu parah! Dia merobek-robek nota kamu! Dan kau tau? Aa' Joni mengatakan dia tidak ingin aku mendekatinya semenitpun! Kata Moli keras.
Aku tenang saja dan mengatakan. Bukankah ini idemu?
Baiklah! Mulai siang ini aku bukan lagi sekutumu! Katanya. Lalu dia berlari meninggalkanku sambil mengacungkan jari tengah.
Aku memandangi larinya Moli menjauh sampai lenyap dari tatapan, ada kalbu menyesal kurasakan sebab Moli tampak mendambakan Joni sampai sudah memanggilnya Aa'.Â
Maafkan saya, Moli! Kata tubuh ku. Aku amat mengerti jika Moli bertingkah demikian, kerna Joni memang seorang lelaki yang digandrungi gadis-gadis , wajahnya tampan, karismatik seperti penyanyi nomer 1 di tanah viral.
2 hari kemudian, Joni telepon aku, minta bertemu dan aku menyetujui untuk bertemu di kafe kopiyomas jam 5:30 sore after office hour. Dia sudah tampil lebih dahulu di kafe kopiyomas, dari kejauhan aku sudah menangkap siluetnya, dan dari outfitnya yang cool dan goyang tubuhnya yang khas dia.
Hai! Katanya saat saya dekat di hadapannya. Orang tampan itu berusaha meraih tanganku bergaya gentleman, namun aku mengelaknya.
Okei? Minum apa kita, nih? Joni menawarkan minum sambil mengeluarkan senyum lady killernya yang viral, aku menggeleng.
Joni apa yang kau lakukan kepada Moli itu jahat! Kataku langsung.
Hei, hei. Calm down! Jawabnya berbahasa Inggris.
It's her dream! Kataku berbahasa Inggris pulak.
Jeni, guwe gak maksud menyakiti her heart, you know? Guwe harus menegaskan ke Moli bahwa dia bukan pilihan guwe. Joni memakai kata guwe dengan aksen Betawi seperti mas Pur.
Terserah kamu Joni, tetapi kamu mesti meminta maaf ke Moli, whatever! Tegasku.
Oke, oke!
Sekarang apa yang ingin kamu bicarakan lagi Joni, bukankah notaku sudah jelas?
Jeni, please. Aku tidak bisa menghindar hati di dalam ini. Please beri aku kesempatan untuk mencintaimu dan ku harap kau akan bisa belajar untuk mencintaiku. Joni berkata, wajah gantengnya memohon terlihat dari kerut di keningnya.
Kau tau, aku tidak pernah mencintaimu, Jon! Meskipun aku kadang membawakan roti panggang terkenal gang Kote-Bandung untukmu, itu tak lebih dari pertemanan belaka. Kataku.
Ah Jeni, mengapa kau begitu jauh sedang kita sudah begini dekat? Kamu tega membiarkan ku sendiri tanpa keinginan dengan wanita lain, selain kamu, Jeni!
Jangan jomblo demi aku, Joni! Please! Kata ku. Ada rasa gimana gitu, kerna  jujurli, gimana juga Joni adalah lelaki tampan yang tidak bisa aku singkirkan dari kepalaku 100 persen. Tapi ada hal yang mengharuskan ku untuk tidak menerima cinta Joni.
Come on, Jeni. Mengapa kamu menghindari seperti tak memiliki hati?
Aku tidak punya hati? Mungkin tidak, kamu tak boleh tersinggung hanya karena aku tidak memberikan untuk apa yang tidak aku dapatkan.
Kamu kejam, Jeni!
Tidak Joni! Mari kita berjabat tangan sebagai teman yang hangat, tidak lebih tidak kurang, dan persahabatan itu baik kerna tanpa tujuan yang tersembunyi. Kau mau mengerti bukan Joni?
Lalu kami berdua berdiri, aku menatap mata nakal Joni yang terjatuh embun, dan aku memeluknya. Entah akupun merasakan ada rasa lain yang menguar di atas kepalaku, seperti lelaki ini adalah benar kekasihku.
Aku akan selalu memimpikamu Jeni? Kata Joni terakhir.
Aku membelai rambutnya yang keren dan berkata. Kau bisa bermimipi melalui senja Joni, kerna senja itu adalah waktu dimana matahari tidak terbit dan juga tidak terbenam. Aku akan beruntung bila aku mengingatnya dan mungkin pula aku melupakannya. Namanya juga senja kan Jon?
Lalu aku pergi melangkah diatas high heel ku, meninggalkan pemuda Joni yang tertunduk sendu, Â tampak dia kehilangan ketampanannya, karismanya dan juga goyangannya. Dia terlihat seperti pemuda biasa saja yang bisa saja ku cintai karena begitu biasa dan apa adanya.
Hari pun menjelang malam mendekati jam 9 malam, aku masih berjalan di pedestrian seorang diri dengan suara high heelku  seperti irama perkusi, tik, tak, tuk, tek tok. Orang- orang di jalan memandangi arah suara highheelku tapi mereka seperti tak melihat tubuhku. Kepala mereka heran dan pada celingukan mencari pemilik sepatu berhak tinggi, kok cuman suara doang.
Aku sendiri terus berjalan menuju kegelapan, dimana aku tak tau dimana posisi diriku saat itu, aku tidak merasakan apa-apa lagi dan tidak mencium apa-apa lagi dan tidak melihat apa-apa lagi.
Bahkan di tanah terdekatku, aku juga tidak tahu apakah ada mawar di atas kepalaku, atau taburan setanggi di sisiku, mungkin aku lebih suka rumput hijau di atasku dan sedikit pancuran kecil dan tetesan embun basah, dan jika kamu mau, kau bisa mengingatnya, atau jika kamu tak mau, lupakanlah.
Sementara, Joni masih terduduk lama di pojok kafe kopiyomas, wajahnya merunduk, sementara penjaga kedai kopiyomas masih mengamati pemuda ganteng itu, yang sudah beberapa tahun ini bolak-balik datang ke kursi yang sama, dan ngomong sendiri, nangis sendiri. Lalu pelayan mendekati dan menghibur Joni.
Joni.. Joni.., Jeni kan sudah meninggal lama, nak! Kata penjaga tua ngopinyokmas!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H