Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sakit yang Ketiga

21 April 2022   15:11 Diperbarui: 21 April 2022   15:20 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image from pixabay.com

Aku pernah mencintai 2 kali, dan yang ke2 ini lebih parah. Aku memerlukan perawatan alam hospital hingga 1 dekade lamanya untuk menyimpan luka ke tempat yang paling tersembunyi.

Belajar dari cintaku pertama yang lebur, aku pun mengetahui bahwa waktu tidak menyembuhkan luka batin, waktu  itu bukan remedy, bukan obat yang abrakadabra menyembuhkan hati. Luka tetap ada di sepanjang waktu, dia bisa muncul kembali sekapan dia inginkan. Dan satu-satunya jalan aku menyembunyikan luka ke2 ini dengan menjalankan kegiatan yang aku sukai meskipun itu tidak gampang.

Dan sekarang aku sedang berada di sebuah kedai kopi dingin untuk menikmati kopi, dan aku tidak tampak lagi sebagai lelaki patah hati seperti 10 tahun silam, aku serupa dengan lelaki lain yang menjalani kehidupan, melakukan pekerjaan dan minum kopi malam di kedai sejuk.

Seorang wanita berambut membelai pundak mendekati ku, aku tahu dia beraroma semerbak,  aku merasakan dia berada dekat sekali dengan kepalaku yang  lurus sepandangan meja kopi.

Bukankah kau lelaki itu? Katanya.
Apakah saya mengenali anda? Tanyaku.
Perempuan itu mengambil kursi di hadapanku. Bibirnya senyum, parasnya jelita.

Saya Gebi! Anda pasti Roi!
Bagaimana anda mengetahui nama saya?
Kita pernah bersapa 10 tahun yang lalu bukan? Katanya.

Aku memandang matanya yang indah berwarna biru, berusaha menggali sekedalaman otakku, tapi sia-sia.
Nona maaf. Ini mustahil meremind hal itu! Jawabku.
Tentu saja! Anda saat itu berada di titik zero bukan? Begitu juga lelaki saya yang tak kurang lebih serupa anda saat itu, yang bersebelahan kamar dengan anda! Perempuan itu berbicara seperti suara masa silam.

Aku memejamkan mata tak hendak lagi mengingat perawatan masif yang mengguncang jiwaku saat itu. Namun perempuan di depanku ini memaksaku memutar kembali kenangan pahit.

Kau kekasih Robin itu rupanya? Aku mengingatnya buram.
Perempuan itu mengangguk, ku lihat wajahnya mendung.

Dia akhirnya meninggal! Katanya, bibir merah perempuan itu bergetar.
Maaf! Balasku.
Tak mengapa, aku hanya ingin kau mengetahuinya. Balasnya.
Selanjutnya kami meminum kopi bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun