Perempuan itu pun melangkah masuk dan saya memberi kode dengan mengacungkan tangan, dia melihat saya dan tersenyum lebar dan serentak menghampiri saya. Kami berpelukan demikian rapat, namun tak seperti silam, kedua lingkar tangan saya tidak bisa penuh mendekapnya, tapi tak mengapa sehabis cipika-cipiki kami  pun duduk berhadapan.
Dia memesan orange juice dan saya memesan beer dingin, lalu saya menyalakan sigaret putih dan menghembuskan asapnya ke atas, sebelum kami bertukar kisah.
Hampir 1 tahun ini saya menikahi seorang miluiner! Jelasnya. Bagaimana dengan kamu?
Ah! Saya masih sendiri! Jawab saya. Perempuan itu tampak menyeringai.
Masih dengan kekasih-kekasihmu yang datang dan pergi? Sindirnya. Saya tertawa.
Begitulah! Ada yang datang, ada yang pergi, dan ada yang kembali lagi! That's all! Jawab saya jujur.Â
Lalu kami sama-sama menikmati minuman dan terus berbincang, sehingga saya menemukan arti kedatangannya selain bukan nostalgia.
Tiba-tiba aku merindukanmu! Satu saat perempuan itu berbicara. Pipinya yang bulat tampak menyiratkan warna merah semu.
It's okay! Sahut saya menenangkan.
Lalu kami pergi ke luar cafe Break dan berjalan menyusuri pedestrian, tempat panjang kami melewatkan langkah 1 tahun yang silam. Sementara mentari mulai menurunkan kekuatannya untuk masuk ke dalam langit petang saat kami kembali ke cafe.
Aku akan menginap 1 malam ini! Bisiknya lirih. Saya menatap matanya dan mengerti. Dia mengambil tangan saya menuju mobil sport Pink Porschenya, dan tangannya yang besar terlihat lincah memutar kemudi, dan ngegas menuju motel Break tempat kami dinner dan menghabiskan malam.
Kami menikmati dinner masa lalu yang nikmat dan setelahnya kami memasuki kamar yang telah di booknya. Tanpa terasa malam telah menjeratkan waktunya menuju ke tengah malam, sementara kami hanya minum berdua di kamar suite motel Break sambil sesekali bercanda. Selebihnya kami hanya terdiam membiarkan malam diluar sebebasnya mengadukan curhatnya ke pagi.
Kami sama sekali tidak bercinta, hanya tidur ayam dan membiarkan pagi datang kepada kami berdua, hingga fajar betul-betul tiba menyadarkan kami untuk beranjak.
Lalu perempuan itu beberes, merapikan make-up parasnnya yang canggih, sedang saya memakai kembali kaus oblong favorit saya, dan kami pun berdua check-out. Saya mengantarkannya menuju mobil Pink Porschenya, dan perlahan kakinya yang besar melangkah masuk ke kursi kemudi.
Kita tidak pernah menikah, juga tak pernah bercerai! Kami hanya bertiga, saya, dia dan kenangan! Kata saya menghiburnya.
Kau selalu menjadi pemuisi yang mengagumkan buat saya! katanya sebelum say goodbye. Saya melambaikan tangan saat Pink Porschenya bergerak begitu cepat dan menghilang.
Lalu saya berjalan kembali ke apartemen, mengambil 1 kaleng beer dari refrigerator, lalu saya duduk dan mengetik empat lembar puisi cinta untuk seorang gadis yang baru saja saya kenal yang berada di kota lain.