Kami tak pernah berkirim kabar semenjak perpisahan kami 1 tahun yang lalu, dan dia pindah ke lain kota untuk melanjutkan hidupnya, sedang saya tetap di kota yang sama. Satu pagi yang buram perempuan itu menelpon saya dan melakukan pembicaraan yang canggung.
Hai! What's up? Di seberang dia bertanya, suaranya masih merdu seperti 1 tahun yang lalu.
Good! Jawab saya singkat kerna tidak menduga.
Bagus! Jawabnya lagi. Aku mau ketemu dengan dirimu!
Oke! Bagaimana? Tanya saya.
Besok aku akan ke kotamu, jam 5 sore? Di Cafe Break?
Setuju!
Lalu dia mematikan pesawatnya. Dan saya yang sedang menulis puisi pesanan, menatap keluar jendela, menatap cuaca yangmendung. Dan dia benar, memang tepat 1 tahun yang lalu dengan cuaca yang serupa kali itu kami berpisah.Â
Kala itu dia bergaun merah jambu dan high heel warna senada, dengan outfit yang ketat ini tubuhnya yang langsing meliuk ke dalam pesona, lalu membekas ke dalam otak saya hingga kini. Selain itu dia tampak lebih terpelajar dari pada saya, yang jebolan SMK kesusateraan, tapi itulah pesona, kami dipertemukan sekaligus juga diakhiri.
Saya tak kuasa membayangankan bagaimana stylenya sekarang ini, setelah lama tak melihatnya, ada terdengar slemet-slemet berita, jika dia sudah menikah dengan miliuner di kota barunya. Namun saya masih membayangkannya seperti wanita yang dulu. Damn good! Dia perempuan terindah dari sekian banyak wanita yang pernah dekat dengan saya, sedang saya masih saja diliputi rasa inferior sebagai seorang lelaki as*hole!
Lalu jam berdetak lebih cepat dari biasanya untuk berlari mengejar pagi. Buat saya ini biasa ketika jarum jam melambat saat menulis puisi dan berputar kencang saat menunggu kehadiran perempuan.
Jam 5 kurang , saya sudah berjalan kaki menuju Cafe Break yang tak jauh dari apartemen saya, jaraknya hanya sepelemparan batu, saya sudah tiba di pintu Cafe lalu melangkah masuk ke dalam ruangnya yang chic, cool dan beraroma harum. Memang Cafe ini berkelas dan saya pikir uang saya hasil krewar dari menulis masih jauh banget untuk membayar secangkir kopinya.Â
Sayapun mengambil tempat favorit yang terasa seperti vintage, dan menanti perempuan itu sembari menikmati air dingin dan memandang lepas ke jalan.
Tak tak lama sebuah mobil mewah merek Porsche berwarna pink menderu mengambil kotak parkir di seberang Cafe, manuvernya demikian lugas disertai bunyi ciutan rem khas mobil crazy rich. Ciiieeet! Setelah engine cc besar mobil sport itu terdiam, pintu kemudi terbuka. Tampak seorang wanita bertubuh gemuk keluar dari box pintunya dengan sedikit susah payah.
Saya menatap sedikit kejut, meski timbul sedikit keraguan, apakah wanita itu yang saya nanti? Dan untunglah saya masih  mengenalnya dari gerak tubuhnya, juga outfitnya yang selalu branded. Ugh! Baby I love your way! Saya masih mengingatnya ketika 1 tahun lalu, namun sekarang tubuhnya tampak demikian besar berlemak. Waktu 1 tahun begitu cepat merobahnya, sementara tubuh saya tetap saja kerempeng.
Perempuan itu pun melangkah masuk dan saya memberi kode dengan mengacungkan tangan, dia melihat saya dan tersenyum lebar dan serentak menghampiri saya. Kami berpelukan demikian rapat, namun tak seperti silam, kedua lingkar tangan saya tidak bisa penuh mendekapnya, tapi tak mengapa sehabis cipika-cipiki kami  pun duduk berhadapan.
Dia memesan orange juice dan saya memesan beer dingin, lalu saya menyalakan sigaret putih dan menghembuskan asapnya ke atas, sebelum kami bertukar kisah.
Hampir 1 tahun ini saya menikahi seorang miluiner! Jelasnya. Bagaimana dengan kamu?
Ah! Saya masih sendiri! Jawab saya. Perempuan itu tampak menyeringai.
Masih dengan kekasih-kekasihmu yang datang dan pergi? Sindirnya. Saya tertawa.
Begitulah! Ada yang datang, ada yang pergi, dan ada yang kembali lagi! That's all! Jawab saya jujur.Â
Lalu kami sama-sama menikmati minuman dan terus berbincang, sehingga saya menemukan arti kedatangannya selain bukan nostalgia.
Tiba-tiba aku merindukanmu! Satu saat perempuan itu berbicara. Pipinya yang bulat tampak menyiratkan warna merah semu.
It's okay! Sahut saya menenangkan.
Lalu kami pergi ke luar cafe Break dan berjalan menyusuri pedestrian, tempat panjang kami melewatkan langkah 1 tahun yang silam. Sementara mentari mulai menurunkan kekuatannya untuk masuk ke dalam langit petang saat kami kembali ke cafe.
Aku akan menginap 1 malam ini! Bisiknya lirih. Saya menatap matanya dan mengerti. Dia mengambil tangan saya menuju mobil sport Pink Porschenya, dan tangannya yang besar terlihat lincah memutar kemudi, dan ngegas menuju motel Break tempat kami dinner dan menghabiskan malam.
Kami menikmati dinner masa lalu yang nikmat dan setelahnya kami memasuki kamar yang telah di booknya. Tanpa terasa malam telah menjeratkan waktunya menuju ke tengah malam, sementara kami hanya minum berdua di kamar suite motel Break sambil sesekali bercanda. Selebihnya kami hanya terdiam membiarkan malam diluar sebebasnya mengadukan curhatnya ke pagi.
Kami sama sekali tidak bercinta, hanya tidur ayam dan membiarkan pagi datang kepada kami berdua, hingga fajar betul-betul tiba menyadarkan kami untuk beranjak.
Lalu perempuan itu beberes, merapikan make-up parasnnya yang canggih, sedang saya memakai kembali kaus oblong favorit saya, dan kami pun berdua check-out. Saya mengantarkannya menuju mobil Pink Porschenya, dan perlahan kakinya yang besar melangkah masuk ke kursi kemudi.
Kita tidak pernah menikah, juga tak pernah bercerai! Kami hanya bertiga, saya, dia dan kenangan! Kata saya menghiburnya.
Kau selalu menjadi pemuisi yang mengagumkan buat saya! katanya sebelum say goodbye. Saya melambaikan tangan saat Pink Porschenya bergerak begitu cepat dan menghilang.
Lalu saya berjalan kembali ke apartemen, mengambil 1 kaleng beer dari refrigerator, lalu saya duduk dan mengetik empat lembar puisi cinta untuk seorang gadis yang baru saja saya kenal yang berada di kota lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H