Kami sudah janjian di sore hujan ini untuk bersua, dan saya masih bercelana pendek bertelanjang dada menatapi hujan tegak lurus di batas kaca jendela. Saya menghidupkan sigaret untuk yang ketiga, dan membuang asapnya yang bersatu dengan embun dipermukaan kaca jendela, mereka bergulingan menyatu merupa koloid asap yang awet.Â
Masih separuh jam lagi mestinya perempuan itu akan tiba di apartemen saya dan saya sudah merapikannya tentu saja, terutama ranjang kamar tidur. Meski sedikit sembrawut taklah mengapa dan saya sudah menyemprotkan wewangi kolonye ruangan berbau orange. Paling enggak segala parfum yang melekat di setiap lapisan spreinya sudah terkamuflase dengan aroma aerosol jeruk itu.
Akhirnya perempuan itu tiba dengan deru taksi limosinnya, dia memang selalu on time dan perempuan cantik itu memang perfeksionis, tapi kami berkawan bisa dikata tak begitu dekat tetapi juga tidak jauh. Begitulah, dia cantik dan sexy sedang saya lebih berumur dan berlemak, tapi kami senang bertemu berdua saja.Â
Dari balik kaca, saya memperhatikan lady itu menurunkan kakinya dari balik pintu mobilnya yang tebal, betis putihnya indah menyeruak sebelum skirt mininya yang ketat menggeliat bergerak mengikuti tegak tubuh indahnya, lalu berjalan melenggok menuju pintu beranda. Wajah palenya  sedikit memerah tersengat mentari dia mengenakan topi gerainya dan tidak menurunkan kacamata rayblacknya yang hitam pekat, kontras dengan wajah putih pucat tirus.
Damn good! Lekuk tubuhnya masih tetap marvelous! Saya menyumpah  di dalam kalbu, sembari menyongsong pintu untuk menyambutnya.
Hai! Perempuan chic itu bersuara semarak. Bibirnya merah merekah, pipinya berwarna plum. Dia merentang lengannya yang ringan dan memeluk saya kencang, merapat ke tubuh bagian depannya. Kami pun berciuman di tengah pintu hingga selesai rasa menghilang.
Sehabis kami berpagutan, saya membawanya menuju ruang tidur hingga melangkah hampir menyentuh dipan lembut, perempuan itu memandang kasur kamar saya yang oversize dengan tatapan  memanjang, terlihat hidung bangirnya kembang kempis seperti membaui wewangi samar.
No! Tiba-tiba dia menyergah. Saya tahu kamu bercinta dengan perempuan lain di atas ranjang ini sementara aku ada di kotaku, dan aku tidak bisa bercinta di atas kasur ini! Sambungnya. Â
Hei Babe! Kau tahu aku hidup dan tidur di ranjang ini bukan? Dan kamu juga berbuat yang sama dengan beberapa lelaki di tempat tidurmu? Sahut saya berargumen.Â
Aku enggak perduli Honey! Aku tak ingin bercinta denganmu di atas bed ini! Perempuan molek itu menukas lagi.
Well! Bagaimana jika kita pindah di tempatmu saja. Aku sama sekali tidak keberatan meski tempat tidurmu juga....