Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ranjang Gelap

22 Februari 2022   12:04 Diperbarui: 22 Februari 2022   12:15 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image from pixabay.com

Kami sudah janjian di sore hujan ini untuk bersua, dan saya masih bercelana pendek bertelanjang dada menatapi hujan tegak lurus di batas kaca jendela. Saya menghidupkan sigaret untuk yang ketiga, dan membuang asapnya yang bersatu dengan embun dipermukaan kaca jendela, mereka bergulingan menyatu merupa koloid asap yang awet. 

Masih separuh jam lagi mestinya perempuan itu akan tiba di apartemen saya dan saya sudah merapikannya tentu saja, terutama ranjang kamar tidur. Meski sedikit sembrawut taklah mengapa dan saya sudah menyemprotkan wewangi kolonye ruangan berbau orange. Paling enggak segala parfum yang melekat di setiap lapisan spreinya sudah terkamuflase dengan aroma aerosol jeruk itu.

Akhirnya perempuan itu tiba dengan deru taksi limosinnya, dia memang selalu on time dan perempuan cantik itu memang perfeksionis, tapi kami berkawan bisa dikata tak begitu dekat tetapi juga tidak jauh. Begitulah, dia cantik dan sexy sedang saya lebih berumur dan berlemak, tapi kami senang bertemu berdua saja. 

Dari balik kaca, saya memperhatikan lady itu menurunkan kakinya dari balik pintu mobilnya yang tebal, betis putihnya indah menyeruak sebelum skirt mininya yang ketat menggeliat bergerak mengikuti tegak tubuh indahnya, lalu berjalan melenggok menuju pintu beranda. Wajah palenya  sedikit memerah tersengat mentari dia mengenakan topi gerainya dan tidak menurunkan kacamata rayblacknya yang hitam pekat, kontras dengan wajah putih pucat tirus.

Damn good! Lekuk tubuhnya masih tetap marvelous! Saya menyumpah  di dalam kalbu, sembari menyongsong pintu untuk menyambutnya.

Hai! Perempuan chic itu bersuara semarak. Bibirnya merah merekah, pipinya berwarna plum. Dia merentang lengannya yang ringan dan memeluk saya kencang, merapat ke tubuh bagian depannya. Kami pun berciuman di tengah pintu hingga selesai rasa menghilang.

Sehabis kami berpagutan, saya membawanya menuju ruang tidur hingga melangkah hampir menyentuh dipan lembut, perempuan itu memandang kasur kamar saya yang oversize dengan tatapan  memanjang, terlihat hidung bangirnya kembang kempis seperti membaui wewangi samar.

No! Tiba-tiba dia menyergah. Saya tahu kamu bercinta dengan perempuan lain di atas ranjang ini sementara aku ada di kotaku, dan aku tidak bisa bercinta di atas kasur ini! Sambungnya.  

Hei Babe! Kau tahu aku hidup dan tidur di ranjang ini bukan? Dan kamu juga berbuat yang sama dengan beberapa lelaki di tempat tidurmu? Sahut saya berargumen. 

Aku enggak perduli Honey! Aku tak ingin bercinta denganmu di atas bed ini! Perempuan molek itu menukas lagi.
Well! Bagaimana jika kita pindah di tempatmu saja. Aku sama sekali tidak keberatan meski tempat tidurmu juga....

Tidak! Wanita itu memotong bicara saya. Kita harus mencari hotel! Putusnya.
Baiklah! Jawab saya. Kita berangkat..

Saya pun berpakaian celana jins dengan atasan long sleeve dan menutupnya dengan cardigan, mengambil lengan rampingnya dan membawanya keluar apartemen. Memanaskan engine SUV saya yang beku, lalu tak lama kami sudah lepas ke dalam highway yang penuh embun hujan.

Beberapa motel kami lewati sampai disatu hotel berwarna grey dan kami bersetuju memilihnya. Hotel itu bernama Dream Village. Memarkir kendaraan di ruang parkir yang lengang, kami pun melangkah menggapai lobby. Memesan kamar nomor #17 yang terletak lebih ke bawah dengan pemandangan yang lebih tersembunyi.

Pintu kamar terbuka dengan kartu infra merah dan kami berpelukan lagi di antara lorong pintu dan tempat tidur. Dia menarik keatas sleeve saya dan saya melepaskan skirt piecenya, sehingga sebagian kulit kami bersentuhan. Saya menciumnya dalam dan dia membalasnya sebelum mata indahnya memerintahkan saya untuk mematikan lampu kamar. 

Lengan saya mengambil tombol pemantik lampu di tembok dan menekannya, serentak saja ruang kamar menjadi gelap total. Saya demikian surprise, mengapa kamar hotel itu demikian gulita saat lampunya dipadamkan, dan sumpah, saya tidak pernah sekalipun mengalami kegelapan seperti ini.

Ah! Ini teramat gelap! Ucap saya. Apa ini? Apakah kita berada di bawah tanah bumi. Saya pikir saya tidak bisa melakukannya disini!
Aku juga tak bisa melakukannya sayang, aku sulit bernapas! Balas wanita saya.
Tapi..kita bisa mencobanya, Babes! Saya menegonya.
No! saya bahkan tak mungkin bisa mencobanya! Dia berkata tegas.

Akhirnya saya mengalah dan menyalakan kembali lampu, lalu kami kembali mengenakan bagian pakaian kami yang terlepas kembali lengkap seperti semula.

Kemudian kami meninggalkan hotel abu-abu Dream Village tanpa suara, menuju mobil terparkir dan saya menginjak gasnya perlahan menuju highway yang masih basah. Mobil kami melaju menuju luar kota untuk mengantarkan perempuan ayu itu ke tempat tinggalnya. Itu memakan waktu 11/2 jam dan saya sama sekali tidak keberatan mendropnya.

Aku akan menelponmu esok pagi! Katanya saat kami berpisah.
Saya mengangguk mengiyakan lalu memutar balik menuju kota apartemen saya, dengan hujan dan senja yang tua yang telah hampir hangus untuk membawa kendaraan saya menuju peraduan saya.

Menjelang malam saya tiba di apartemen dan segera masuk ke dalam ruang tidur saya, saya melepas baju dan kembali bercelana pendek untuk merebahkan tubuh saya di ranjang. Sebelumnya saya mematikan lampu kamar tidur saya dan saya masih mendapati secercah cahaya, tidak seperti di kamar hotel yang pekat gulita saat semua lampu dipadamkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun