Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Puisi yang Tak Terjadi

15 Desember 2021   18:50 Diperbarui: 15 Desember 2021   18:52 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber dari pixabay.com

Tapi Inka memintasnya dan pergi dengan  orang-orang yang terkenal dan menulis tentang yang terkenal pula, seperti dia menemukan jalan lurus  mengisi goresan Malaikat dan Tuhannya.
Orang-orang terkenal berkarat itu berseliweran di sepanjang perjalanan Inka, dan dia kadang meletupkan hurufnya kepada saya.

Jax! Kau tau? Ini melelahkan! Keluh tulisan tangannya.
Saya menyahuti dari sudut jawaban yang konyol  dari seorang penyair pencemburu yang tidak pernah terangkat.
Tentu saja, Inka! Apa yang anda temukan adalah, bahwa yang terkenal, khawatir tentang ketenaran mereka, bukan khawatir tentang seorang gadis muda yang cantik!

Jax! Saat ku bangun fajar, aku tak menulis lagi tentang Malaikat dan Tuhan? Lanjutnya menulis pedih.
Pastilah Inka! Saya sering membaca mereka, mereka melihat malaikat yang beterbangan di sekitar mereka, sedang Tuhan sepertinya telah pergi! Mereka tidak akan mendengarkanmu, Inka! Jawab saya menutup sambungan.

Dan seiring waktu itu pula, saya pernah berdiskusi dengan teman editor dan penerbit meski mereka sedikit terpencil. Saya bilang bahwa perempuan ini memiliki cahaya.
Kau harus mencetaknya! Dia memang gila tetapi perempuan ini ajaib! Hentak saya saat kedua teman di hidung saya tampak meragu kala itu.

Maksudmu, Malaikat dan Tuhan itu? Tanya mereka.
Tentu saja! Tidak ada kebohongan di dalam apinya! Saya meyakinkan kedua pandir ini saking jengkelnya.
Dan itu tidak pernah berjalan, meski saya menginsist mereka, tapi katanya saya masih berada di tatarpenyair kedodoran dan itu membikin saya rendah dalam menguras sastra.

Saya pun meninggalkan teman textbook itu, karena ketika saya banyak menulis tentang kisah kekasih yang menghianati, ternyata itu tidak membantu. Dan saya memiliki jalan tulis yang saya pikir sama dengan jalan Inka, meski dengan lorong yang berbeda. Dia menyusuri orang-orang terkenal dan saya menelusuri cinta di belakangnya.

Saya kembali ke kolam biru di laman gambarmu yang letih, dan saya membaca lebih. Kamu mengatakan kamu memiliki bangku menangis dan itu ada di dekat jembatan dan jembatan itu berada di atas sungai. Dan kamu duduk di bangku menangis di setiap malam dan menangisi kekasih terkenal yang telah menyakiti dan melupakan kamu.

Setelahnya, saya sendiri masih menulis lagi mengikuti usia yang menanjak, melupakan hurufmu tentang Malaikat dan Tuhan, tapi saya tidak pernah mendengar kabarmu lagi. Sama sekali. 

Lalu saya nomaden melompat-lompat di tempat-tempat kecil, ketika seseorang teman memberitakan kepada saya tentang bunuh diri kamu, dua tahun setelah itu terjadi.

Ah! Inka! Mata saya berkaca. Seandainya saya bertemu kamu di tengah waktu. Saya menyesali jika saya tidak adil kepadamu dari keadaan ini, tapi demikian pula sebaliknya kamu terhadap saya. Saya pikir itu yang terbaik seperti ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun