Saya kembali mematung duduk di kursi kerja yang empuk, memegang keyboard branded, Â kedua tangan saya tenggelam di dalamnya, mengetik line-line yang cepat memenuhi halaman dalam sekejap. Namun saat saya mencernanya kembali, saya benar hanya penipu dari tulisan yang berpura-pura. Saya teringat dan terlempar ke dalam pasaran.
Hari merambah senja, selangkah lagi akan berubah guram penanda malam. Dari siluet kaca jendela apartemen mewah, lampu-lampu jalan mulai berkelip. Menyalakan jalanan. Jalanan dan bangku taman tempat saya silam menulis tangan, dengan baris sederhana yang sama yang saya pelajari dari kedai-kedai murah, dari tempat-tempat sampah.
Saya mengangkat perangkat mutakhir laptop saya, menepikan dan membuka jendela sisi jalannya, lalu saya melemparkannya keluar. Gedubraakkk! Teknologi informasi itu membentur lantai konblok terotoar, hancur berderai berkeping-keping.
Orang-orang yang sudah mulai berkerumun di bawah terperanjat, mengangkat wajah-wajah asli mereka ke jendela saya.
Hei! Charlie! Apakah kau sudah gila? Mereka berteriak bersamaan. Beberapa tangan mereka di setripkan miring di kening.
Lalau saya berlari keluar menuju lift dan memencet lobi, setibanya di lantai itu saya menghujam pintu apartemen menuju jalanan tempat mereka berkerumun. Mereka melongo.
Hei! Charlie! Apakah kau telah kembali? seseorang bertampang sesepuh bertanya.
Saya tak menjawab, saya hanya mengangguk dan merentang kedua lengan saya. mereka berlarian menyambut saya.
Horee! Charlie telah pulang ke jalan! Brengsek kau Charlie! Kau tidak bisa berpura-pura, kau benar-benar penulis jalanan! Orang-orang berkumpul semakin riuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H