Saya duduk di lantai 4 apartemen yang luxury, mesin pendingin ruangannya bekerja dua puluh empat jam. Udara yang bersih menghancurkan keaslian hembusan asap tembakau saya, campuran aroma yang aneh itu dibenturkan, sesekali membuat langkah saya limbung.Â
Saya merokok hampir duabelas jam, dan memakan separuh oksigen pendingin brengsek itu, meski tanpa dia, saya seperti ikan di luar kolam. Saya dan tembakau dan pendingin, terjebak di kotak dinding mewah ini.
Semula saya berpenghuni di lantai 2, bercampur  banyak selebritis. Tapi mereka, maksud saya mereka yang lain, yaitu orang-orang jalanan di bawah itu, melemparkan segala benda ke kaca jendela apartemen saya. Â
Saya mendiamkan, kerna saya memaklumi. Tapi yang terbaru atau breaking news, Â mereka melemparkan pot bunga yang suaranya berdentum menghantam jendela saya, sampai membuat kaca tebalnya retak dalam.
Hei! Charlie! Kamu keluar dari sana! Mereka berteriak sembari berjalan di bawah dan menyambit-nyambit. Tangan mereka mengacungkan jari tengah.Â
Hei! Charlie! Kamu sucks! Sampai itulah saya pikir mereka kebablasan, saban melewati kamar keren saya diatas jalan mereka, mereka bersuara kencang terkadang cukup ekstrim. Hei! Charlie! Kamu ***hole! Pergilah ke neraka, bocah tua!
Apakah itu teman-teman anda tuan Charlie? Begitu sekuriti menggeruduk di pintu apartemen saya. Saya tidak ingin menjawab gamblang, hanya saya mengangkat bahu.
Baiklah, tuan Charlie! Anda harus mengganti kerugian ini! lanjut satpam itu. Saya tak ingin menyahut komplen mereka, hanya menganggukkan leher.
Lalu saya menyelesaikan administrasinya dan mengajukan request untuk pindah ke lantai 4, sampai sekarang ini.
Lumayan, bisa sedikit banyak merampungkan masalah, meski masih adanya hujatan dan lemparan jahanam itu, namun tidak akan mencapai level 4 kamar jendela saya. Lemparan sekian kilo apapun tak bisa menjangkau ketinggiannya, serta hujatan kotor yang terlontar hanya terdengar seperti kumur-kumur. Dan saya bisa bekerja sekarang. Menulis!