Aku akan tetap duduk disini, aku akan tinggal disini. Demikian suara hatinya berbicara. Lalu dia memandangi satu persatu penumpang yang sedang berbaris memasuki pintu bus.
Terakhir! Mohon penumpang kembali ke dalam bus untuk melaju! Driver kembali berteriak.
Tapi akhirnya pemuda itu beranjak juga ,dan mengangkat tubuh mudanya meninggalkan kursi lalu mengikuti barisan paling akhir masuk ke dalam bus. Dia duduk di tempat semula, memandang pondok yang ditinggalkannya melalui kaca jendela bus.Â
Dia melihat pondok kini lebih terang dari sebelum bus datang. Lalu bus beranjak perlahan melepaskan pondok yang semakin benderang, melaju turun melewati tikungan, melepaskan jalan perbukitan dan menyatu dengan highway.Â
Bus pun tancap pedal gas, pemuda memandang lurus ke depan. untuk pria sepertinya dia tidak tau akan pergi kemana? Namun pemberhentian di kafe pondok itu pasti menyenangkan, menikmati kebersamaan dengan orang-orang di tempat kecil, terpencil dan berlubang.Â
Restoran pondok itu seperti sebuah penangguhan hukuman dari perjalanan antah berantah. Pemuda itu bersedih, karena dia tidak bisa berhenti selamanya di pondok makan itu, karena dia tahu, dia harus melanjutkan hidup karena itulah hidup, dan ketika dia kembali ke bus, tidak ada seorang pun yang tahu magic apa yang dia alami.
Di dalam bus, pemuda kencur itu meletakkan kepalanya di sisi kaca jendela, memburamkan matanya berpura-pura lelap. Tidak ada lagi yang bisa dikerjakan, hanya mendengarkan suara mesin, suara ban roda di basah aspal. Â
Semua penumpang terlelap, tapi bus itu tetap berjalan hanya mengikuti bintang yang tiba-tiba hadir di langit basah, bersinar kuat sejak pemberhentian terakhir menuju ke suatu jalan baru.