Lalu perempuan pelayan nan cantik itu berpaling tanpa menanggalkan suasananya sendiri, tidak sama sekali terpengaruh dengan dirinya bahkan keseluruhan penumpang. Dia berbalik dan berbincang dengan sesama pramusiwi dengan bahasa humor yang milik mereka sendiri.Â
Ketika kumpulan karyawan itu bergerombol, pemasak gorengan, pencuci piring di latar belakang, bercanda dan tertawa dengan tawa yang bersih murni yang tak pernah dikenal selama ini.
Sekerat daging matang yang lezat pun ludas, sang pemuda hijau menyeruput kopi yang masih saja berasap, dia menempelkan bibirnya ke bibir cangkir kopi berwarna salju dan mereguknya perlahan.Â
Dia meresapkan bagai sesuatu yang berhenti di kehidupannya, suatu perhentian yang menyenangkan. Seperti menandai dirinya sendiri bahwa waktu telah berhenti sesaat di sini. Pemuda itu merasa berada dalam utopia kehidupan yang melambat di belakang.
Dari balik jendela pondok yang berembun, pemuda melihat hujan yang bergaris tipis yang di beberapa tirainya tak kuat menahan angin sehingga menciptakan  halimun yang beterbangan seperti salju.
Dari jaraknya, dia melihat sepasang lelaki dan wanita berjalan membawa bawaan, mereka melangkah masuk, si perempuan melangkah dengan sarat, perlahan dengan satu lengannya di serahkan kepada lelakinya.Â
Tampak perempuannya sedang mengandung besar, tapi wajahnya cantik bersinar, sementara lelakinya membawa baggage yang juga sarat, tapi lengannya kuat dan sorot matanya tajam dan hitam.Â
Tiada yang menyangka bahwa seisi karyawan restoran menyambutnya bak raja, dari orang dapur hingga manajer. Tidak seperti penumpang-penumpang bus termasuk si muda, yang hanya mengalami keindahan tempat kayu ini tanpa bisa menyentuhnya apalagi sambutan.Â
Pasangan berpakaian sederhana ini memasuki pondok bagai membawa sinar yang baru, yang sebagian sudah dimiliki para pekerja pondok makan ini. Lalu tamu sederhana yang istimewa itu di pandu masuk ke dalam, mungkin ada ruang tersendiri yang telah disediakan.
Pemuda itu merasa melambung, sendiri dan berpikir untuk tinggal di pondok antik ini selamanya, perasaan ingin itu menyelami segala keindahan disini, bahwa itu akan selalu tetap cantik.
Tapi pengemudi bus yang sudah berdiri dan bersiap melangkah dari meja makannya memberi aba-aba kepada para penumpang bahwa tiba saatnya berangkat untuk melanjutkan perjalanan. Si anak muda masih duduk termangu di kursi nya.