Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pengikut Baru

28 November 2021   23:02 Diperbarui: 28 November 2021   23:06 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber dari Pixabay.com

Hanfon saya berbunyi  di kepala saya. Di ketiduran, saya merayapkan lengan meraba-raba random buat menyentuh benda sialan itu. Dering suara sekaligus mode vibrasi menggetarkan seluruh ranjang saya, seakan ikut mengguncang-guncang tubuh saya. Saya menangkap kotak kecil ajaib itu, sehabis sebelah biji mata saya terbuka mengintip jarum jam di dinding. Jam 1:30 dini!
Saya on melalui layar geseknya.

Huh! Siapa?
Hei! Tuan Lulagi! Terdengar suara lelaki menderit di seberang kuping.
Huh!
Lulagi! Sekarang engkau mendapat satu lagi follower!
Huh!
Satu lagi pengikut anyar! Kau dengar Lulagi?
Yeah?
Yeaah! Satu pengikut barumu ini berbicara dari  luar kota! Kau suka?

Oke! Jawab saya sebagai akhiran omong kosong ini. Saya pun mengusap lapisan layar dan lampunya pun padam. Melempar batang hanfon, saya kembali meletakkan kepala dan mata saya ke peraduan. Meski di kalbu merutuk. Brengsek! Tapi saya sudah menjalani waktu separuh sadar alias ngantuk berat.

Tapi? Kling..Kling..Kliing...
Kali ini kedua mata saya terbelalak, tidak sebelah lagi.

Siapa?
Hei! Tuan Lulagi!
Huh!
Aku memegang majalahnya! Kau tau, mister Lulagi?
Huh!
Aku ingin beberapa puisimu lagi! Kau masih disitu bukan!

Dan dari telinga hanfon, saya mendengar beberapa riuh di seberang sana. (Hihihi..Kamu payah Lulagi! Dan juga tua dan buluk!)
Yeah! Saya pikir kau memiliki banyak teman disana! Kata saya membalas pria pengikut baru.

Yeah! Lulagi! Sekarang saya menginginkan sembilan puisi! Kau dengar tuan Lulagi? Sang pengagum berteriak di jauh seberang. (Yeah! Lulagi sucks! Lulagi Lulagi!) Saya kembali meruam suara teman-temannya seperti kerumunan lebah gaduh di telinga dari sebelah sana.

Saya meraih kardus rokok, mengambilnya sebatang, dan memerahkan pucuknya, segera asapnya membubung memanjat langit-langit. Baunya yang pahit membuat saya terjaga baik, mungkin sudah banyak nikotin bertimbun di sekujur kulit saya.

Dan saya masih mendengar berjenis bunyi di seberang sana, itu pun diselang suara beling dan kaleng bertumburan, atau mungkin bergelimpangan.

Hanfon masih menggantung. Hei! Kalian sedang minum? Tegur saya.
Sowhat gituloh! Begitu jawab lelaki yang mengaku pemfolow itu.

Okeh Penggemar! Selamat dini pagi. Kau tunggu matahari, sebelum jago berkokok, kau bisa membaca puisi-puisi baru ku! Puas? Saya membanting hanfon ke kasur dan meloncat tidur.

Dan saya entah alpa atau sengaja, membiarkan hanfon tetap bersinar, membiarkan suara-suara pengikut baru itu terus berceloteh. Toh, saya masih bisa menutup telinga saya dengan bantal empuk dan melanjutkan mimpi saya.

Halo! Halo Lulagi? Berulang-ulang pengikut itu memohon.
Aku sudah mendapatkan pesan iklan dari editormu tuan Lulagi! Dan aku sudah menyalin address anda dengan sempurna! Kau dengar mister Lulagi?  Please kirimkanlah puisimu! Segera!

Mungkin saya mendengar, mungkin hanya setengah, atau mungkin saja tidak sama sekali, yang jelas saya pikir saya sudah tenggelam lebih dalam di lipatan guling bantal.
***

Pagi hari pun merambah, melalui kisi-kisi jendela yang berjeruji seperti penjara. Saya pertama merokok, lalu mengobrak-abrik sprei mencari hanfon. Ketika terjamah tangan, benda itu terasa dingin dan mati saat saya tekan elsidinya. Saya bangkit dan memuatkan energi dari colokan. Sehabis beberapa menit hanfon pun aktif dan Cling..! ada yang masuk, saya membukanya.

Ada pesan tulisan, Tuan Lulagi engkau menyebalkan! Aku hampir mati menunggu puisimu? apakah kau tau?

Saya tersenyum, lalu membuka halaman catatan, apakah saya menulis sesuatu kemarin. Tertera tanggal semalam, saya menulis yang tidak saya sadari ataukah terlupakan? Entahlah. Dari telepon genggam di lewat tengah malam.

Saya membacanya.
Untuk follower, malam ini goodbye! Saya akan menutup telepon. Dan ini adalah malam entah keberapa, begitu cepat dan bertumpuk telepon mengalir di lewat malam. Disana jelas banyak orang yang kesepian, yang tidak mengerti harus mengerjakan apa untuk malam harinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun