Okeh Penggemar! Selamat dini pagi. Kau tunggu matahari, sebelum jago berkokok, kau bisa membaca puisi-puisi baru ku! Puas? Saya membanting hanfon ke kasur dan meloncat tidur.
Dan saya entah alpa atau sengaja, membiarkan hanfon tetap bersinar, membiarkan suara-suara pengikut baru itu terus berceloteh. Toh, saya masih bisa menutup telinga saya dengan bantal empuk dan melanjutkan mimpi saya.
Halo! Halo Lulagi? Berulang-ulang pengikut itu memohon.
Aku sudah mendapatkan pesan iklan dari editormu tuan Lulagi! Dan aku sudah menyalin address anda dengan sempurna! Kau dengar mister Lulagi?  Please kirimkanlah puisimu! Segera!
Mungkin saya mendengar, mungkin hanya setengah, atau mungkin saja tidak sama sekali, yang jelas saya pikir saya sudah tenggelam lebih dalam di lipatan guling bantal.
***
Pagi hari pun merambah, melalui kisi-kisi jendela yang berjeruji seperti penjara. Saya pertama merokok, lalu mengobrak-abrik sprei mencari hanfon. Ketika terjamah tangan, benda itu terasa dingin dan mati saat saya tekan elsidinya. Saya bangkit dan memuatkan energi dari colokan. Sehabis beberapa menit hanfon pun aktif dan Cling..! ada yang masuk, saya membukanya.
Ada pesan tulisan, Tuan Lulagi engkau menyebalkan! Aku hampir mati menunggu puisimu? apakah kau tau?
Saya tersenyum, lalu membuka halaman catatan, apakah saya menulis sesuatu kemarin. Tertera tanggal semalam, saya menulis yang tidak saya sadari ataukah terlupakan? Entahlah. Dari telepon genggam di lewat tengah malam.
Saya membacanya.
Untuk follower, malam ini goodbye! Saya akan menutup telepon. Dan ini adalah malam entah keberapa, begitu cepat dan bertumpuk telepon mengalir di lewat malam. Disana jelas banyak orang yang kesepian, yang tidak mengerti harus mengerjakan apa untuk malam harinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H