Halaman rumah kita masih terus ditumbuhi kacang dan daun melinjo, namun tidak akan menghalangi untuk kita menjadi kaya, Joss! Begitu ayah menanamkan terus ke dalam kepala saya.
Meski saya ingin menawarkan argumen, tapi selalu saja kandas, disamping saya tidak mau menghalangi keinginan ayah untuk menjadi kaya melalui jalur politiknya, saya sendiri tidak memiliki passion seperti ayah. Â Usia saya pun semakin tinggi, dan berpikir lebih kritis bahkan konfrontatif.
Ayah akan kalah lagi di periode selanjutnya! Kata saya dalam hati, tetapi tidak saya verbalkan kepada ayah, tentu saja.
Sampai kapan ini berakhir? Tidak akan pernah! Begitulah hal ini mengisi ke dalam pikiran saya. Sehingga musabab terbiasa dengan putaran roda pemilu ayah, secara bawah sadar saya menjadi antitesis terhadap pola ayah.Â
Saya jadi tidak kepingin menjadi kaya melainkan kebalikannya yaitu kepingin menjadi gelandangan, ekstrimnya saya pikir ayah saya yang membuat saya memutuskan untuk menjadi gelandangan.
Hei, kau Joss! Inilah demokrasi! Kau bebaskan dirimu memilih meski kita berlawanan pandangan politik! Kata ayah lebih meneguhkan keyakinannya daripada sangkaannya.
No way, papa! Saya tidak berkehendak berpolitik! Jika father ingin menjadi kaya seperti itu, maka saya ingin menjadi sahabat missqueen! Argue saya dengan berani.
Hahaha! Anak pintar! Joss, kau sudah dewasa dalam menetapkan pilihanmu! Sergah ayah. Lalu dia menawarkan makan malam, dan ku pikir ini yang terakhir kami makan bersama, sejak keputusan kami berbeda.Â
Di dalam santap malam  dengan menu yang masih sama yaitu kacang dan bubur, kali ini saya bisa menemukan nuansa yang penuh akan arti suatu kekayaan, sekaligus akan nilai kemiskinan. Betapa indahnya perbedaan dari suatu kesamaan tujuan.
Lalu pada keesokan pagi yang berembun, saya berpamitan untuk menjelang kehidupan saya yang sudah dewasa. Saya mencium tangannya sebelum berpisah dengan orang tua laki ini.
Bukankah ayah masih kaya  Joss? Ayah berkata dengan wibawa gagahnya. Saya mengangguk dan memeluknya, dan merasakan keteguhan hatinya lewat dadanya yang berdegup dalam dekap saya.