Iya Le! Mereka bersedih karena remah-remah itu begitu kikir, sementara hujan yang lembut begitu melimpah dan murah hati untuk dipilih! Kata bapak hampir tak terdengar. Saya mendiamkannya tanpa menjawab karena tak mengerti akan apa yang bapak ucapkan.
***
Keesokan pagi di meja sarapan saya kembali melihat bapak mematung memandang hujan di jendela, kali ini kopi masih tersisa setengah dan roti yang remah-remah ada di piringnya.Â
Saya lalu melihat bapak memakan remah-remah itu dengan cepat sampai bersih seperti seekor burung, sementara dari jendela hujan tampak terus melimpah dan murah hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H