Dari yang terlihat sepintas pertandingan terakhir ini, kesalahan minions untuk memegang inisiatif ofensif sering tidak tercapai karena beberapa hal.
Intersepsi dari net Kevin tidak terjadi untuk mengakhiri reli, malah menjadi bola setengah yang membuat Chia dan Soi menghujani smash tiga perempat, yang sulit di defense. Penguasaan drive datar adalah bukan lagi milik individu tetapi kombinasi pasangan, ini yang lebih dimiliki Kevin ketimbang Marcus. Sementara, pasangan Malay, Chia and Soi, kayaknya telah melakukan banyak latihan drive untuk membunuh lawan, jadi seperti mereka memukul dengan mata merem.
Perobahan 2v1 dari Kevin/Marcus sering kalah cepat dari laju kok, sehingga tampak ruang kosong terutama di belakang kanan.
Smash Marcus sebagai baseliner kurang berdaya guna dari powernya, entah mungkin menggunakan handshake smash, sehingga Kevin di depan net tidak mendapat umpan untuk memutus bola. Perlu forehand smash yang lebih  applied dari Marcus, karena lawan seperti Chia/Soi menggunakan lebih banyak forehand sehingga smash menjadi keras.
Barangkali peran pelatih dalam badminton modern harus lebih 'scientific' ketimbang 'on situ'. Coach badminton bisa identik dengan coah di dalam sepakbola, bisa membuat skets-skets sederhana yang memudahkan pasukan yang berlaga melihat kelemahan dan keunggulan lawan.Â
Skenario sederhana mematikan lawan dengan pukulan ketiga setelah pengembalian serve, mungkin sudah ketinggalan jaman. Antisipasi serve defense mungkin merupakan solusi yang lebih aman, sebagai kelanjutan metoda serang tersembunyi atau memanjangkan reli.
Evaluasi ke nuansa lebih baru untuk Kevin/Marcus bukan sebagai minions sudah mesti dilakukan karena ketatnya level metoda dari bulutangkis yang berlapangan sempit ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H