Menyambut malam pria ini mencapai bibir desa Beth, beberapa kerlip cahaya menampak di kejauhan seperti kunang kunang.
 Atmosfir malam yang dingin, bintang yang menerangi membikin awan menjadi bersih, ini sudah dikenalnya sejak silam, bagai rahmat sekaligus pengorbanan. Sementara dia mengayun langkah dia membiarkan cahaya bintang menyentuh kakinya, seakan menetapkan arah tujuan ke sebuah titik yang terlihat jauh lebih terang. Dari beberapa puluh depa lelaki menatap titik besar itu adalah 'ground zero'.Â
Beberapa orang terlihat berkumpul menyingkapkan sebuah pondok kayu sederhana namun  ramah dan benderang berdiri memusat mereka. Semakin mendekatlah sang lelaki penurut ini melihat lagi bahwa disinilah dimulaina penetapan awal ditetapkan oleh pusat desa Beth. Menyalami sekelompok orang-orang sederhana yang pernah sangat dikenalnya. Terhitung dua belas orang yang bergantian menyalami dan memeluknya, wajah mereka terlihat sepuh namun sorot matanya sama seteduh lelaki asing ini.
"Betul kan? Kami telah mendahului tuan" Salah satunya menyapa. "Tentu saja" lelaki itu menyahut singkat. "Apakah kita akan memulainya kembali, guru?". Lelaki asing itu hanya terdiam. Dia memandang orang orang itu, merekalah para penggembala muda yang ditemuinya di siang perjalanannya tadi. Terlihat sekarang telah berubah matang dan berumur dengan gurat wajah ketuaan yang bijak. Tidak lagi paras paras  muda yang sedang berguru. Lalu lelaki itu masuk kedalam pondok yang didalamnya dipenuhi jerami berwarna cahaya, diikuti keduabelas orang orang tadi, mereka tampak bersimpuh mengelilinginya.
Sebelum lelaki penurut itu berbicara, mereka sudah mengenal lewat sinar lembut matanya. Dan pemimpin dari orang orang sederhana itu berucap.
"Guru, jalan menuju desa Beth memang telah diratakan, sejak guru dan kami adalah lelaki lelaki muda. Namun ketika kami menyusuri kembali, dia telah menjadi milyaran mil yang terjal.."
Dan sang Guru hanya menatap keduabelas muridnya yang kemudaanya tadi ditemuinya di padang rerumputan yang telah menempuh 'trekking' milyaran tahun yang berat menyusulnya menuju Bethlehem.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H