Lelaki bernama Bon itu tampak maco, maskulin sopan pula. Dan aku pun hilang pretensi, apalagi tak lama, dia tau diri untuk pamit meninggalkan kami berdua. Sekilas Inka menjelaskan lelaki barusan adalah anggota baru 'trip adventure' yang kemudian perlahan menghilangkan ragu ku akan hadirnya pria kedua. Apalagi Inka tampak kangen dan memeluk aku terus, nempel bak perangko.
Hari pun berganti untuk memutar kehidupan, Inka menjalani petualang dan aku menjalani pekerjaan. Â Dan cinta kita bersama. Tapi kejadian memang selalu berulang, seperti terbitnya matahari. Seperti pengulangan yang terjadi didepan mataku, dimana hampir disetiap jadual ngapelku, ternyata kudapati pria bernama Bon itu selalu sudah lebih dulu hadir didalam rumah Inka.
"Tak pula begini caranya, Inka. Kamu harus memilih akhirnya. Aku atau JemsBon itu" satu kali aku serius berbicara. Dan Inka si penjelajah bumi yang cantik tertunduk menggeleng.
"Aku tak bisa Hans. Aku mencintai kalian berdua. Dan namanya bukan JemsBon, tapi Bon" begitu pengakuan Inka sambil terisak. Mempetunjukkan kesedihan, yang adalah cerminan dari kecantikan sesungguhnya. Menjadikanku enggak tega melepaskan cintanya.
Singkat cerita, aku dan Bon sepakat untuk menjadi pacar Inka, dengan jadual ngapel berbeda, yang sudah ditetapkan bersama Inka. Yang kuingat, aku mendapat jadual hari kamis malam jumat sedang si Bon dapat giliran hari sabtu atau malming.
Beberapa waktu pun terlalui tanpa terasa menginjak tahun ketiga kami berpacaran layak lazimnya namun sebenarnya tidaklah lumrah. Meski rasa cintaku masih cukup parah kepada Inka, naluriku mulai bergerak melihat kedepan.Â
Mau dibawa kemana hubungan kita? Kerap ku bertanya diri seperti lagu. Dan akhirnya ku mengambil keputusan untuk mundur dari cinta segitiga ini. Meski kulihat Inka begitu terpukul, namun kutetapkan hati untuk menyudahi, dan menyerahkannya kepada Bon.
"Hans, jika kamu pergi, segala akan menjadi tanpa arti. Dan aku juga harus melepaskan Bon. Tanpa cintamu, cinta Bon juga tiada arti" katanya saat pamitku.
"Kamu membutuhkan cinta satu yang utuh, Inka. Dan ku pasti, kamu akan memperolehnya dari si Bon" kataku dewasa. Tampak Inka menggelengkan kepala dan rambut  indahnya.
"Hans, kamu enggak mengerti. Cinta utuhku adalah cinta kalian berdua" Inka menjelaskan dengan mata kaca. Namun aku tak lagi goyah, aku harus enggak boleh ragu dan melangkah pasti. Lalu aku melangkah pergi, masuk ke kegelapan malam walaupun berat nian sejuta kenangan ku bawa pergi. Jauh, jauh.
Sejauh waktu berjalan, melewati delapan tahun kemudian tak terasa. Lalu tanpa sengaja aku bertemu Bon. Ternyata dia tak lagi bersama Inka, sejak aku pergi meninggalkannya. Bon bicara sudah beberapa tahun ini Inka di rawat di sebuah rumah sakit dan memberi alamatnya.Â