Orang orang pun ramai hilir dan mudik meneruskan kebiasaan perdagangan, yang tak lama para pembelanja pun mulai berdatangan. Â Wanita indah menuntun anak anak mereka yang berkilauan, masih merupa dalam tatapan kesakitan fisik akan perjuaangan di kehijauan hidupku.
"Kasihan! Mereka anak yang kurang beruntung" beberapa wanita kaya berkata ketika anak kecilnya menatapi kami penuh tanya. Aku, dari sudutku, berusaha menutup rapat kedua telingaku dengan jemari kecilku, berusaha untuk tak hendak mendengar. Â Kerna sedari tadi aku sedang dalam terisak dengan kesakitan tubuhku.
"Loh? Perempuan kecil yang biasa paling depan dimana?" seorang ibu muda menanyakan satpam.
"Wah ibu, semalam dia meninggal.." sahut satpam tua.
"Owhf.. maaf. Kasihan sekali hidupnya.." wanita itu nampak beriba.
Sementara dipojokan duduk ku, meskipun telinga rapat kututup, lamat masih ku dengar ucapan ibanya itu. Isak tangisku bertambah bukan saja untuk kesakitan tapi begitu merana kerna harus membawa tangis belas kasihan yang lebih buruk dari rasa sakit, dalam tidur kematianku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H