Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Keranjang Langit

13 September 2019   22:42 Diperbarui: 13 September 2019   22:59 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengurung adalah kesenanganku. Aku tak hendak berdiri dan bersorak bersama. "Kamu halu" begitu frens menjuluki. Tak ada hidup untuk pergi ke lautan atau bahkan perjalananan ke pantai. 

Berbelanja berkeranjang disupermarket atau goodie bag mal tak ingin kukenal. Perihal ini hanyalah sayup terngiang dari kamar kecilku yang penuh imajinasi.

Hanya pikiranku yang kujalankan semau dia pergi, menulis perjalanan burung burung dan orang desa, atau kebun kecil dibawah jendela kamarku, soal bunga dan kumbang yang bermusuhan dengan rama rama memperebutkan putik mahkota.

"Kamu menarik diri dari dunia" kata temanku mencibir, menjadi  sekejam itu, bahkan katanya aku manusia freak, yang membawa dunia kedalam kamarnya.  

Ketika aku tersenyum tak hirau, mereka semakin menderu bukan saja aku pengkhayal tapi juga anti sosial. Mengapa? Hanya karena aku tidak bereaksi dengan etalase kerutinan mereka berurusan dengan belanja tahunan, bulanan sampai hari hari. 

Gila enggak? Mereka demikian repot dengan hal hal menyangkutkan kesendirianku dengan kesibukan mereka membeli pangan sampai susu anak, padahal kerepotan sehari hari mereka begitu menyita waktu dan memburu kehidupan. 

Sepertinya mereka kehabisan waktu dan lalu menatap kesunyianku yang mewah karena memiliki kelebihan waktu.

Padahal aku hanya duduk berjam dimeja kecilku, itu saban hari dalam kekuatan lux sinar lampu yang cukup untuk membiarkan otakku mencari fantasinya. Itu saja. Kamar yang menjadikan dunia fantasi pribadi untuk melihat segala yang aku rasakan dan membayangkannya lebih tinggi.

Subuh ini seperti layaknya, diriku menjenguk keberangkatan mentari di timur dari balik cakrawala. Kejadian penyebaran rona emas melepaskan warna ungu dibelakangnya adalah isyarat fajar menjelang. 

Dan aku suka. Sambil mengitari dahan dahan berbunga yang berderet disekeliling taman, menanti peristiwa kosmik dengan tak lupa menyanding keranjang tempat belanja langitku.

Aku menyusuri lebih jauh ke semak belukar menjauh ke timur pekarangan, jalan yang menaik yang bertambah gelapnya seakan mengunci kemunculan fajar lebih lambat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun