Mohon tunggu...
Band
Band Mohon Tunggu... Supir - Let There Be Love

(PPTBG) Pensiunan Penyanyi The Bee Gees

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sang Penujum

27 Agustus 2019   00:58 Diperbarui: 27 Agustus 2019   01:21 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ruumm.." suara tergesa mobil cc besar papa memasuki halaman. Larash bangkit dan melepas jendela memandang keluar. Tertampak papa dan Mad Menggolo duduk di jok belakang, sementara sopir keluar tergopoh membuka pintu belakang. Mad keluar tenang, mengandeng lengan papa berhati hati. Papa kelihatan sedikit pucat,Larash segera menghambur. Begitu juga mama menyongsong dari belakang.

"Papa ndak apa apa" sela papa setelah bersender sofa. Mama membelai papa dan Larash memeluknya pelan. "Ada apa papa mas Mad?" Larash membuka tanya. "Papa telpon dari kantor tadi, sedikit sesak. Barangkali sedikit lelah, tapi baik baik saja" Dokter Mad menyahut pelan menenangkan. Tak kurang suatu apa dengan kondisi papa, dokter Mad pamit. Larash pun menghantarnya mencapai pintu muka.

"Terima kasih" bisiknya cantik. "Jangan cemas Larash, papa sehat saja" Mad membalas santun. Mata polosnya menatap Larash yang juga sama. Ada gugup sebelum Mad Menggolo melangkah pulang, sementara Larash melepas pandang, yang dari punggung lelaki dewasa itu Larash memutuskan akan belajar melabuhkan cintanya, sekaligus menyetujui bapaknya.

  Di pagi yang putih, moms melepas Larash yang tak berkehendak memakai coopernya pergi bekerja. Ada Mad yang sebentar lagi muncul mengantarnya.  Ibunya menggoda.

"Tumben?". "Ih.. moms.."

"Mad?" Leher jenjang Larash mengangguk. "Don?" Paras cantik Larash sedikit mendung lama. "Dia penerang masa depan, moms" Larash menyahut lirih.

Sang ibu mendekap perawan cantiknya.

Sepeninggalnya, Moms ingat silam seumur Larash. Cinta Don Makarel, sang penujum, juga hadir  dihatinya bersama bola nujumnya dengan kisah yang mengulang, persis sama dengan kisah putri jelitanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun